Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat Indonesia memiliki cadangan timah terbesar ke-2 di dunia setelah China.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan total cadangan timah RI mencapai 800 ribu ton atau 17 persen dari total cadangan dunia, yakni 4,74 juta ton.
"Timah kita nomor dua di dunia. Nomor satu China. Tidak ada yang bisa lawan China," ungkapnya dalam Rapat Dengar bersama Komisi VII DPR RI, Selasa (21/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu posisi pertama, yakni China memiliki cadangan timah sebanyak 23 persen dari total cadangan dunia. Lalu, disusul oleh Brazil yang memiliki cadangan timah dunia sebesar 15 persen.
Ridwan menyebut 91 persen dari cadangan timah Indonesia terdapat di Kepulauan Bangka Belitung. Adapun jumlah izin usaha pertambangan (IUP) di daerah tersebut mencapai 482 IUP.
Sementara, total wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di Kepulauan Bangka Belitung mencapai 862.761,98 hektare (ha).
Lebih lanjut, Ridwan mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam waktu dekat memang akan melarang ekspor timah secara mentah. Jokowi ingin negara mengekspor produk olahan timah sehingga nilai tambahnya meningkat.
Oleh karena itu, Ridwan mengatakan pihaknya akan menyiapkan industri pengolahan timah dalam jumlah yang masif.
"Jadi kalau nanti kami betul-betul dilarang ekspor dalam bentuk tin ingot, itu berarti kami harus menyiapkan industri pengolahan (timah) dalam jumlah masif," kata dia.
Tidak hanya itu, Ridwan juga mengaku pihaknya sedang berdiskusi dengan berbagai pihak agar mau menjadi investor dalam menyiapkan industri hilirisasi tersebut. Menurutnya, hilirisasi timah mampu meningkatkan nilai tambah hingga 16 kali lipat.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Timah Tbk Achmad Ardianto menawarkan konsep ekosistem timah untuk mencegah pertambangan ilegal dan menambah pendapatan negara.
Ia menyarankan agar semua bijih timah yang muncul dari masing-masing pemilik IUP hanya masuk ke pemilik IUP saja. Dengan begitu pungutan pajak bisa dilakukan lebih tertib dan sempurna.
"Jadi apabila ekosistem timah disepakati maka tidak akan ada lagi yang namanya penambangan ilegal," kata dia.
Di sisi lain, ia menyadari pelaku industri timah bukan hanya PT Timah saja. Banyak pelaku usaha yang juga memiliki smelter atau tempat pemurnian logam namun belum tentu memiliki IUP.
Menurut Achmad, hal keberadaan smelter swasta itu bisa dimanfaatkan kala pemerintah akan melakukan ekspor dengan nilai tertentu dan membutuhkan kapasitas di luar kemampuan PT Timah.
Lihat Juga : |
"Tentu kapasitas smelter swasta adalah alternatif yang tepat untuk bisa memenuhi target ekspor pemerintah dalam langkah menstabilkan harga dan menentukan harga timah dunia," ujarnya.
Oleh karena itu, sambung Achmad, pemerintah perlu membuat skema di mana bijih timah bisa tetap dikelola secara legal namun diamanatkan kepada smelter swasta.
Hal itu bisa dilakukan melalui kerja sama peleburan. Dengan kata lain, bijih timah masih milik PT Timah dan pemerintah memberikan ongkos kepada smelter untuk proses peleburan.
"Konsep ini tentu saja perlu dipertajam dengan stakeholder-stakeholder terkait, sehingga nanti ekosistem yang ditawarkan memang ekosistem yang bisa diterima oleh semua pihak," tandasnya.