Amerika Serikat melarang impor barang yang diproduksi di wilayah Xinjiang barat, China pada Selasa (21/6) menyusul berlakunya Undang-undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur (The Uyghur Forced Labor Prevention Act /UFLPA) yang diteken oleh Presiden Joe Biden pada tahun lalu.
Undang-undang ini melawan sistem kerja paksa yang diterapkan oleh pemerintah China di Xinjiang.
Mengutip CNN, Rabu (22/6), AS sudah memiliki beberapa pembatasan impor barang dari Xinjiang, tempat orang-orang Uighur dan etnis, serta agama minoritas dihadapkan oleh pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Dengan berlakunya uu tersebut, bea cukai dan perlindungan perbatasan (CBP) AS akan memblokir semua impor barang asal wilayah tersebut. Mereka juga akan memblokir barang-barang yang dibuat oleh perusahaan di luar kawasan, yang berhubungan dengan perusahaan Xinjiang atau pemerintah Xinjiang.
CBP AS menyatakan importir harus membuktikan kepada pihak berwenang dengan bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa barang tersebut tidak diproduksi dengan kerja paksa jika mereka ingin melanjutkan impor.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan larangan tersebut menggarisbawahi komitmen pemerintah Biden untuk memerangi kerja paksa di mana-mana.
"Kami menggalang sekutu dan mitra kami untuk membuat rantai pasokan global bebas dari penggunaan kerja paksa, untuk berbicara menentang kekejaman di Xinjiang, dan untuk bergabung dengan kami dalam menyerukan pemerintah China untuk segera mengakhiri kekejaman dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk kerja paksa," kata Blinken.
Sementara itu, pada Selasa kemarin, Kementerian Perdagangan China menanggapi larangan impor tersebut dan mengatakan kebijakan tersebut sangat merugikan perusahaan dan konsumen di kedua negara.
"Yang benar adalah undang-undang China secara eksplisit melarang kerja paksa,"kata Kemendag China.
Dalam hal ini, Kemendag China menyatakan akan mengambil tindakan untuk melindungi kepentingan negaranya.