Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) melihat peluang positif dari fenomena negara-negara Eropa berburu batu bara sebagai alternatif sumber energi usai melarang impor energi dari Rusia.
"Mereka (Eropa) mau menggunakan batu bara untuk sementara. Intinya positif karena di dunia eksportir batu bara selain Rusia cuma empat negara, Afrika Selatan, Colombia, Indonesia dan Australia," ujar Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/6).
Ia mengungkapkan Indonesia, sebagai pengekspor batu bara terbesar di dunia, dapat meraup untung dari kekurangan pasokan di Eropa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, sejak Maret 2022, Hendra mengatakan beberapa perusahaan sudah mulai mengirim lebih banyak batu bara ke Eropa. Padahal, sebelum perang Rusia-Ukraina, ekspor batu bara ke Eropa sangat minim dalam dua sampai tiga tahun terakhir.
"Dengan ini, pastinya akan meningkat, cuma berapa besar peningkatannya kami harus melihat data ekspornya dulu, tapi informasi yang ini sudah sedang berjalan," katanya.
Menurut data Badan Pusat Statistika (BPS), ekspor batu bara Indonesia selama 2022 mencapai puncaknya pada Maret 2022, dengan jumlah ekspor 61 miliar kilogram (kg). Angka ini meningkat hampir 40 persen dibanding Februari 2022, yakni 44,63 miliar kg.
Namun, pada April angka tersebut turun menjadi 55,74 miliar kg. Bahkan, untuk Mei 2022, volume ekspor batu bara semakin turun hingga berada di kisaran 33 miliar kg.
Dengan munculnya permintaan dari Eropa di kala krisis energi, Hendra memperkirakan permintaan dapat kembali meningkat.
"Kalau di 2021, total coal seaborne export itu sekitar 993 juta ton, perkiraan (proyeksi) di 2022 di kisaran 1.088 miliar ton," imbuhnya.
Sebelumnya, beberapa negara di Eropa mulai kembali ke batu bara setelah Rusia membatasi ekspor minyak.
Jerman dan Austria, dua negara di kawasan Eropa memutuskan kembali menggunakan batu bara di tengah minimnya pasokan gas.
Mengutip CNN Business, Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan pemerintah meningkatkan produksi batu bara karena pasokan gas menipis setelah Rusia memangkas ekspor ke Eropa.
"Situasinya serius, oleh karena itu kami terus memperkuat tindakan pencegahan dan mengambil langkah-langkah tambahan untuk mengurangi konsumsi gas," ungkap Habeck.