Oleh karena itu, jika memang tujuannya untuk menekan subsidi energi, Komaidi menyarankan pemerintah menaikkan saja harga Pertalite sesuai dengan kondisi pasar sekarang. Menurut dia, harga Pertalite naik dari Rp7.650 per liter menjadi sekitar Rp9 ribu masih memungkinkan bagi masyarakat.
Begitu juga dengan Solar bersubsidi bisa dinaikkan dari sekitar Rp5.000 menjadi Rp7.000 per liter.
"Jauh lebih efektif ini. Kalau ada pembatasan di lapangan nanti rentan bocor. Kalau bocor, subsidi bocor juga, keruwetan di lapangan itu pasti ada," terang Komaidi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ia mengingatkan pemerintah dan Pertamina untuk menurunkan harga BBM ketika harga minyak mentah dunia sedang murah meriah.
Jangan sampai, pemerintah dan Pertamina hanya menaikkan harga saja, tetapi tak mau menurunkan saat harga komoditas sedang landai-landainya.
"Kalau ini kan masyarakat tidak mau naik karena sudah naik ya naik terus, tidak turun. Jadi tidak adil," ujar Komaidi.
Di sisi lain, Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai tak masalah Pertamina membuat program pendaftaran bagi masyarakat yang ingin membeli Pertalite dan Solar sebelum revisi Perpres 191 Tahun 2014 selesai.
"Semua bisa berjalan paralel terlebih dahulu sambil mematangkan semuanya," tutur Mamit.
Mamit berpendapat pembatasan pembelian BBM bersubsidi sangat mendesak untuk dilakukan karena harga minyak mentah dunia semakin mahal. Saat ini, harganya sudah tembus lebih dari US$100 per barel.
"Jika tidak dibatasi maka akan sangat memberatkan bagi pemerintah dan Pertamina," katanya.
Dengan aplikasi MyPertamina, sambung Mamit, maka akan ketahuan siapa saja yang berhak membeli Pertalite dan Solar bersubsidi. Namun, ia mengingatkan Pertamina untuk berkoordinasi dengan beberapa lembaga/kementerian untuk melakukan verifikasi data.
Lihat Juga : |
"Pertamina harus berkoordinasi dengan lembaga atau kementerian lain terkait dengan verifikasi data seperti Kementerian Sosial, Kementerian Perhubungan, Korlantas Polri, dan stakeholder lain agar tidak salah dalam menerima data calon pemakai Pertalite," jelas Mamit.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan pembatasan pembelian Pertalite dan Solar tertuang dalam revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014.
Ia menargetkan konsumsi Pertalite dan Solar turun 10 persen setelah proses revisi aturan itu selesai. "Bisa lah mengejar efisiensi turun 10 persen, kurang lebih begitu supaya tepat sasaran," ungkap Tutuka.
Ia mengatakan inti dari revisi perpres itu adalah meminta masyarakat mampu untuk tidak membeli Pertalite sebagai BBM penugasan.
Begitu juga bagi pelaku industri yang dilarang untuk membeli Solar bersubsidi.
"Intinya bagi yang beruntung itu membantu yang tidak beruntung, jangan justru memanfaatkan juga kondisi sekarang ini. Untuk Pertalite dan untuk Solar juga jangan dipakai oleh yang tidak berhak," tutup Tutuka.