Jakarta, CNN Indonesia --
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengizinkan produk kekayaan intelektual, seperti film dan lagu, sebagai jaminan utang ke lembaga keuangan bank maupun non bank. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif.
"Pemerintah memfasilitasi skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual melalui lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank bagi pelaku ekonomi kreatif," demikian bunyi dalam pasal 4 beleid tersebut.
Dalam aturan itu pula, setidaknya ada 17 subsektor ekonomi kreatif di Indonesia yang bisa dijadikan jaminan utang di perbankan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya, pengembang permainan, arsitektur, desain interior, musik, seni rupa, desain produk, dan fesyen. Lalu, kuliner, film animasi dan video, fotografi, desain komunikasi visual, televisi dan radio, kriya periklanan, seni pertunjukan, penerbitan, dan aplikasi.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menambahkan hasil karya kreatif itu juga termasuk konten yang diunggah ke YouTube, dan mendulang banyak views.
"Jadi kalau kita mempunyai sertifikat kekayaan intelektual atau merek kah, atau hak cipta lagu kah, kalau sudah lagu kita ciptakan masuk ke YouTube kalau sudah dia jutaan viewers itu sertifikatnya sudah punya nilai jual. Kalau kita tiba-tiba membutuhkan uang, kita bisa gadaikan di bank," kata Yasonna.
Menurutnya, kebijakan itu adalah bentuk keberpihakan pemerintah untuk melindungi dan mengutilisasi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Ia menilai valuasi HAKI bisa dilihat dari potensi pendapatan yang bakal diterima. Lembaga keuangan akan menentukan tinggi rendahnya nilai kekayaan intelektual.
Kendati, hasil karya ekonomi kreatif tak serta merta bisa menjadi jaminan utang. Setidaknya ada empat persyaratan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. Pertama, proposal pembiayaan. Kedua, memiliki usaha ekonomi kreatif.
Ketiga, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif. Keempat, memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
Kebijakan tersebut mendulang banyak respon dari berbagai pihak, terutama dari perbankan dan pelaku ekonomi kreatif.
Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI Mucharom mengungkapkan BNI sangat mendukung aturan baru Jokowi tersebut. Sebab, menurutnya dengan mekanisme baru ini, masyarakat dapat semakin mudah dalam memperoleh pendanaan untuk menyokong usaha mereka.
"Kami tentu sangat mendukung dengan adanya PP No 24 tahun 2022 tersebut, di mana kekayaan intelektual dapat dijadikan jaminan utang. Sehingga potensi masyarakat untuk mendapatkan sumber funding untuk usaha/ kegiatan mereka semakin terbuka," ujar Mucharom.
Namun, perseroan masih memerlukan kepastian terkait sertifikat HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang belum diatur dari sisi regulasi.
Begitu pun dengan Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn yang mengatakan BCA berkomitmen untuk mendukung kebijakan pemerintah, regulator, maupun otoritas perbankan.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Sutradara Hanung Bramantyo menyambut baik aturan baru dari Jokowi yang memperbolehkan kekayaan intelektual, seperti film dan lagu menjadi jaminan utang di bank.
"Saya sangat mendukung sekali jika misalnya pemerintah memberikan peraturan yang mengatur bagaimana supaya hak intelektual properti itu berupa film, novel, lukisan atau karya seni yang lainnya itu bisa menjadi jaminan utang bank untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya," kata Hanung.
Menurutnya, karya seni seperti film, lukisan, lagu dan seterusnya memang harus membawa dampak ekonomi besar yang terus menghasilkan uang bahkan setelah sang pencipta karya meninggal.
Karena itu, sudah seharusnya Indonesia membuat kebijakan yang menjadikan intelektual properti sebagai aset yang bisa diterima oleh bank sebagai jaminan utang.
Ia mengatakan di negara maju seperti Amerika dan Korea, penggunakan hasil karya ekraf juga bisa dipakai sebagai jaminan utang.
Riskan Bagi Bank Jadikan Kekayaan Intelektual Jaminan Utang
Sementara itu, Ekonom INDEF Nailul Huda menilai aturan tersebut cukup riskan bagi sektor perbankan, karena dianggap susah menilai valuenya.
"Cara membedakan lagu dengan nilai agunan sebesar Rp100 juta dengan Rp200 juta bagaimana kan tentu menjadi pertanyaan. Apakah dari biaya produksinya?atau dari indikator lainnya? Kecuali mungkin ada kontrak project dalam menciptakan konten yang bisa digunakan sebagai agunan untuk peminjaman di lembaga keuangan," kata Nailul kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/7).
Apalagi, imbuhnya, saat ini masih marak kasus-kasus pembajakan di Indonesia yang menjadikan nilai dari sebuah film dan lagu menjadi tidak bernilai.
"Tentu kita berharap sebenarnya karya konten masyarakat dapat dihargai dengan baik oleh pemerintah, namun demikian harus perang juga dengan pembajakan terhadap lagu dan film tersebut. Alasannya ketika debitur gagal bayar hutang, lantas lagu-nya dimiliki bank, tapi karena banyak bajakannya, jadi tidak memiliki nilai lagi. Kan boncos di perbankan," katanya.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan tantangan utama dalam menjadikan karya kreatif sebagai agunan pembiayaan adalah standardisasi penilaian yang berkemungkinan mempunyai deviasi yang besar.
Menurutnya, beberapa produk dapat lebih mudah dinilai, seperti lagu/musik, game, yang dapat dinilai berdasarkan kinerja penjualannya.
Selain dari sisi standardisasi penilaian, tantangan lainnya adalah kemampuan pencegahan satu pihak untuk mencegah pihak lainnya untuk memproduksi hal yang sama. Seperti sebelumnya, untuk lagu atau game misalnya, dengan pemegang hak paten mampu mencegah pembajakan dengan derajat tertentu.
"Sejauh ini dengan masih belum kerasnya hukum hak paten di Indonesia, diperkirakan pihak perbankan belum akan menjadikan karya kreatif sebagai agunan utama di jangka pendek. Dengan masih longgarnya hukum hak paten di Indonesia, pembajakan masih berpotensi besar terjadi, sehingga mengurangi value dari karya kreatif," kata Josua.
Ekonom Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira menyambut baik aturan terkait HAKI sebagai agunan untuk pinjaman perbankan.
Hanya saja saat ini mungkin perbankan akan cenderung berhati-hati karena jaminan berupa intangible asset akan sangat berisiko.
"Belum lagi banyak hal yang harus dipertimbangkan seperti plafon, tingkat suku bunga, dan kesiapan SDM bank yang bisa menganalisis kredit terkait HAKI," kata Bhima.
Namun, lanjutnya, adanya kebijakan ini merupakan satu langkah progresif mengingat perkembangan ekonomi kreatif sangat tinggi.
"Harapannya adanya aturan ini bank bisa peduli ke perkembangan ekonomi kreatif," katanya.
[Gambas:Video CNN]