Sejumlah negara di Asia Tenggara dihantui oleh lonjakan inflasi akibat ketidakpastian ekonomi.
Terbaru, inflasi Singapura mencapai 6,7 persen pada Juni 2022, lebih tinggi dari prediksi ekonom sebesar 6,2 persen. Sedangkan inflasi inti di negara itu mencapai 4,4 persen tertinggi dalam 14 tahun terakhir, atau sejak 2008.
Sebetulnya, apa itu bedanya inflasi dan inflasi inti ?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip laman Bank Indonesia, Senin (25/7), inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.
Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), link ke metadata SEKI-IHK. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.
Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Sedangkan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), inflasi indeks harga konsumen (IHK) setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Ini mengukur rata-rata perubahan harga dari waktu ke waktu yang konsumen bayar untuk sekeranjang barang dan jasa.
Sementara inflasi inti adalah inflasi yang komponen di dalamnya cenderung tetap dan dipengaruhi faktor fundamental.
Inflasi inti berpengaruh terhadap semua kenaikan harga barang dan jasa kecuali dalam sektor makanan dan energi. Jadi, sektor makanan dan energi tidak masuk hitungan dalam inflasi inti
Inflasi inti memiliki peranan penting karena merefleksikan hubungan antara harga barang dan jasa dengan pendapatan konsumen.
(dzu/bir)