Sepakat, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pembatasan pembelian BBM pertalite dan solar tak akan menghindarkan pemerintah dari lonjakan anggaran subsidi.
Bhima melihat sampai akhir tahun anggaran subsidi energi yang saat ini sebesar Rp502 triliun tak mencukupi. Sampai akhir tahun, Bhima memperkirakan bisa menyentuh hingga Rp700 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini utamanya ditopang oleh anggaran subsidi energi yang bertambah, karena pemerintah dipastikan bakal menambah kuota pertalite dan solar.
"Anggaran Rp520 triliun sampai akhir tahun belum cukup. Dengan asumsi minyak US$100 per barel saja, minimum anggaran energi di tahun ini menjadi Rp600 triliun-Rp700 triliun," kata dia.
Oleh karenanya, Bhima menilai yang perlu ditambah adalah anggaran subsidi bukan pembatasan yang nantinya memberikan dampak negatif. Sebab, tak menutup kemungkinan pembatasan ini justru memberikan celah penjualan ke pelaku industri yang tak berhak.
"Karena oknum yang seharusnya tidak berhak mendapat subsidi dapat meminjam NIK, atau kendaraan dengan pelat nomor berbeda. Verifikasi di lapangan juga tidak mudah, karena petugas harus melayani pembeli sekaligus melakukan pendataan. Ini menambah rumit pengawasan di lapangan," tutur Bhima.
Selain itu, Bhima juga melihat pembatasan ini bisa menghambat mobilitas masyarakat. Terlebih, ada 115 juta orang kelas menengah rentan di Indonesia yang secara tidak langsung dipaksa untuk membeli pertamax, karena bukan kelompok berhak mendapatkan subsidi BBM.
"Bisa menghambat mobilitas masyarakat, ujungnya ekonomi makin melemah karena sulit mengakses pembelian BBM," kata dia.
Pembatasan ini juga dikhawatirkan bisa mengurangi daya beli masyarakat untuk pembelian produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG). Lagi-lagi ini akan berdampak negatif ke perekonomian yang baru mau pulih.
"Pendapatan masyarakat untuk beli BBM naik, maka akan mengurangi belanja produk lainnya. Khawatir durable goods dan FMCG akan tergerus, ya seperti yang saya bilang tadi ujung-ujungnya ekonomi makin melemah," pungkasnya.