Ekonomi Eropa tumbuh 4 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II 2022. Capaian ini di luar perkiraan dan sedikit mengurangi kekhawatiran Benua Biru telah tergelincir ke jurang resesi.
Dilansir CNN, Jumat (29/7), perkiraan awal Kantor Statistik Uni Eropa juga menyatakan laju ekonomi Eropa juga tumbuh 0,6 persen dibandingkan kuartal I 2022.
Berita itu muncul sehari setelah Amerika Serikat melaporkan ekonominya kontraksi untuk dua kuartal berturut-turut. Kinerja AS memicu kekhawatiran resesi telah melanda Negeri Paman Sam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama berbulan-bulan, melonjaknya harga energi dan pangan global telah menekan konsumen dan bisnis Eropa. Invasi Rusia ke Ukraina pada akhir Februari, dan sanksi yang mengikutinya, hanya memperburuk situasi yang menciptakan kekurangan komoditas utama.
Indeks harga konsumen di kawasan euro mencapai 8,9 persen pada Juli, naik sedikit dari bulan sebelumnya, menurut data awal Eurostat.
Kendati ekonomi April-Juni tumbuh, resesi di Eropa masih sangat mungkin terjadi karena menghadapi prospek krisis energi besar-besaran musim dingin ini.
Pekan lalu, Bank Sentral Eropa menaikkan suku bunga utamanya setengah poin persentase, pertama kali dalam 11 tahu. Hal itu dilakukan untuk membatasi harga yang melonjak. Tapi itu masih menghadapi perjuangan berat untuk mengendalikan situasi.
Suku bunga di Eropa telah negatif sejak 2014, yang berarti jauh di belakang. Apabila kekurangan energi memicu kawasan itu ke dalam resesi, bank sentral dapat dipaksa untuk tiba-tiba menghentikan kenaikan suku bunga, menghambat kemampuannya untuk terus memerangi inflasi.
Jika resesi tiba, inflasi dapat mereda tanpa memerlukan intervensi lebih lanjut dari bank sentral. Tetapi para ekonom hampir tidak mendukung hasil itu, yang juga akan mengantarkan gelombang kehilangan pekerjaan.
Sebuah survei manajer dana Eropa oleh Bank of America yang diterbitkan minggu lalu melaporkan 86 persen responden memperkirakan resesi selama tahun depan, naik dari 54 persen pada Juni lalu.