Di samping itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede khawatir produsen membebankan 100 persen kenaikan harga barang impor kepada konsumen dalam waktu dekat. Hal itu akan membuat harga jual produk di pasaran semakin mahal dan berdampak pada inflasi.
"Kalau sekarang misalnya harga barang impor sudah naik 100 persen, tapi produsen baru menaikkan sekian persen, tidak semua dibebankan ke konsumen. Tapi mereka kan kena marginnya terpengaruh. Nanti kalau ke konsumen naiknya sudah 100 persen, inflasi pasti naik," papar Josua.
Belum lagi harga bahan pangan terus meningkat karena gagal panen. Hal itu akan mendorong inflasi semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Josua memproyeksi inflasi berkisar 4 persen sampai 5 persen sampai akhir 2022. Karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk menyiapkan sistem resi gudang untuk bahan pangan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat secara maksimal. Mulai dari bawang merah, bawang putih, hingga cabai.
"Jadi petani bisa menanam lebih banyak lagi karena ada gudang penyimpanan, ini harus masif. Perlu ada solusi, sehingga kalau gagal panen, harga (bahan pangan) tidak naik tinggi," jelas Josua.
Sementara, Ekonom Institute for Development on Economic and Finance (Indef) Nailul Huda memproyeksi inflasi tembus 7 persen pada Desember 2022. Hal ini terjadi jika BI tak mengerek suku bunga acuan dan pemerintah mencabut subsidi BBM.
"Akhir tahun bisa sampai 7 persen kalau BI tak berbuat sesuatu. Sama kalau subsidi BBM pertalite dicabut bisa bahaya buat inflasi," kata Nailul.
Ia menerangkan ketika BI menaikkan suku bunga acuan, maka inflasi dari sisi permintaan setidaknya akan menurun. Pengajuan kredit biasanya akan berkurang kalau bunga acuan semakin mahal.
"Ketika BI menaikkan suku bunga, masyarakat akan mengerem belanja. Orang juga jarang mengambil kredit karena suku bunga mahal. Maka dari itu inflasi dari sisi permintaan dapat ditekan," ujar Nailul.
Namun, Nailul mengatakan kenaikan suku bunga acuan BI hanya mampu menekan inflasi dari sisi permintaan. Sementara, inflasi dari sisi kenaikan biaya produksi (cost push inflation) masih akan bergantung dengan situasi global.
"Kalau cost push inflation bergantung dari situasi global di mana masih menggantung memang kondisi perang Rusia-Ukraina. Tapi minimal sih dari sisi domestik bisa dikendalikan (dengan menaikkan suku bunga acuan BI)," tutup Nailul.