Aktivitas industri manufaktur atau pabrik-pabrik di sejumlah negara Asia mulai berguguran di tengah peningkatan kasus covid-19, inflasi dan gangguan rantai pasok.
Seperti di China, aktivitas pabrik terkontraksi pada Juli 2022 karena lonjakan kasus covid-19. Biro Statistik China (NBS) mencatat Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur turun menjadi 49 dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu 50,2.
Realisasi ini di luar ekspektasi para analis yang disurvei Reuters yang memperkirakan bahwa PMI manufaktur China meningkat ke posisi 50,4.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tingkat kemakmuran ekonomi di China telah turun. Fondasi untuk pemulihan membutuhkan konsolidasi," ujar Ahli Statistik Senior NBS Zhao Qinghe, dilansir Senin (1/8).
Selain di China, Korea Selatan (Korsel) juga mencatat penurunan aktivitas pabrik di negaranya. Bahkan, tercatat menjadi yang terendah pertama kalinya dalam dua tahun terakhir.
PMI manufaktur Korsel turun dari 51,3 pada Juni menjadi 49,8 pada Juli. Realisasi di bawah poin 50 tersebut merupakan pertama kalinya sejak September 2020.
Output pabrik-pabrik Korsel turun dalam empat bulan berturut-turut ke tingkat terendahnya sejak Oktober 2021 karena permintaan melemah.
"Produsen Korsel melaporkan bahwa tekanan inflasi yang kuat dan gangguan rantai pasokan yang berkelanjutan telah menghambat produksi dan permintaan di awal kuartal III," ungkap Ekonom S&P Global Market Intelligence Usamah Bhatti.
Begitu pun di Jepang, Negeri Sakura itu juga mencatat penurunan aktivitas manufaktur karena kenaikan harga dan gangguan pasokan. PMI manufaktur tercatat turun ke posisi 52,1 pada Juli dari 52,7 di Juni.
Menurut Bhatti, pertumbuhan manufaktur Jepang tercatat paling lambat sejak September 2021 lalu dan arus pesanan masuk mengalami kontraksi pertama sejak Februari 2022.
Adapun selain di Asia, penurunan kinerja manufaktur juga terjadi di Amerika Serikat. Hasil survei Institute for Supply Management, indeks aktifitas pabrik nasional di negara tersebut turun dari 53 menjadi 52,8 pada Juli lalu.
Meski angka di atas 50 menunjukkan sektor manufaktur di AS masih berkembang, tapi indeks itu merupakan yang terendah sejak Juni 2020. Ekonom menyebut inflasi tinggi menjadi salah satu pemicunya.
Ekonom di Barclays di New York Pooja Sriram mengatakan penurunan kinerja merupakan imbas dari melemahnya permintaan barang yang terjadi akibat lonjakan inflasi.
Jika melihat kondisi di atas, sebetulnya apa sih PMI manufaktur itu ?
Purchasing Managers Index (PMI) sendiri adalah indikator bagi kegiatan perekonomian suatu negara yang dibuat melalui tahapan survei terhadap para purchasing manager berbagai sektor bisnis yang ada.
Angka PMI ini sendiri mengindikasikan seberapa optimis pelaku sektor bisnis terhadap kondisi perekonomian ke depannya. Seringkali, yang menjadi perhatian bagi para investor maupun analis adalah PMI manufaktur. Untuk membaca PMI manufaktur sangat sederhana. Patokan dalam indeks itu adalah 50.
Contohnya apabila nilai PMI manufaktur Indonesia di atas 50, maka dapat dikatakan bahwa sektor manufaktur di Indonesia sedang mengalami ekspansi atau pertumbuhan.
Sebaliknya, jika di bawah 50, bisa dibilang sektor manufaktur di Indonesia sedang mengalami kontraksi atau perlambatan. Penurunan PMI manufaktur ini menjadi indikasi bahwa permintaan konsumen sedang melemah.
Penyebabnya, bisa karena kondisi ekonomi suatu negara, kebijakan PHK yang berujung pada penutupan pabrik, penurunan output hingga anjloknya permintaan.