Alasan Investor Ramai-ramai Jual Saham Perusahaan Teknologi

CNN Indonesia
Selasa, 16 Agu 2022 13:59 WIB
Investor ramai-ramai menjual saham perusahaan teknologi di tengah ketidakpastian makroekonomi.
Investor ramai-ramai menjual saham perusahaan teknologi di tengah ketidakpastian makroekonomi. Ilustrasi. (AP/Seth Wenig).
Jakarta, CNN Indonesia --

Investor ramai-ramai menjual saham teknologi yang merugi sejak awal tahun akibat terguncang oleh ketidakpastian di lingkungan makroekonomi. Akibatnya, saham perusahaan teknologi yang dulunya ramai, kini anjlok hingga 70 persen.

Beberapa saham yang turun di antaranya layanan streaming Netflix yang anjlok sekitar 60 persen sejak Januari 2022. Kemudian, saham perusahaan e-commerce Kanada Shopify turun sekitar 70 persen tahun ini.

Kelompok teknologi yang bermarkas di Singapura juga tidak luput dari kemerosotan. Saham Grab, yang melakukan debutnya di bursa Nasdaq pada Desember 2021, diperdagangkan di posisi US$3,73 pada Senin (15/8). Ini menandai penurunan hampir 48 persen sejak Januari 2022 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat kondisi seperti itu dan prospek ekonomi global serta fundamental perusahaan yang masih jauh dari kepastian, para ahli menyarankan investor yang ingin terjun ke saham teknologi harus tetap berhati-hati.

Lantas apa yang membuat saham perusahaan teknologi merosot?

Melansir CNA, Selasa (15/8), pasar saham secara umum terpukul sejak awal tahun ini oleh kekhawatiran atas lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga. Ditambah lagi, invasi Rusia ke Ukraina yang menambah kerusuhan geopolitik ke dalam gejolak volatilitas.

Namun, sektor teknologi menjadi yang paling terpukul karena investor meninggalkan saham di sektor tersebut dan beralih ke sektor energi dan utilitas yang dianggap lebih aman.

"Kenaikan suku bunga memiliki efek negatif yang lebih tinggi secara tidak proporsional pada penilaian perusahaan teknologi baru karena arus kas mereka umumnya jauh ke masa depan dan karenanya mendapat diskon lebih besar pada suku bunga yang lebih tinggi," kata Associate Professor Keuangan ESSEC Business School Asia-Pacific Vijay Yadav.

Ia menambahkan ancaman resesi dan ketidakpastian geopolitik juga lebih merugikan harga saham perusahaan teknologi baru karena penilaian mereka sering didorong oleh sentimen investor yang tampaknya telah berubah negatif dalam lingkungan yang berubah.

Penurunan tajam di beberapa saham teknologi dengan pertumbuhan tertinggi ini juga menunjukkan meningkatnya kewaspadaan di kalangan investor tentang perusahaan yang belum mampu menghasilkan keuntungan.

Bahkan dengan rebound (bangkit) baru-baru ini, para ahli mengatakan prospek saham teknologi tetap tidak pasti. Ambil contoh, Shopify yang sahamnya terlihat seperti 'penawaran yang jelas' setelah aksi jual.

Namun, ada risiko pertumbuhan yang melambat dengan cepat mengingat bagaimana e-commerce harus mengatasi tantangan seperti meningkatnya biaya pengiriman dan logistik.

"Bahkan jika Shopify berjalan dengan baik, tumbuh lebih cepat dari pasar e-commerce secara keseluruhan dan mempertahankan statusnya sebagai alat utama untuk penjualan online, kinerja yang lebih baik masih jauh dari jaminan," ujar analisis di The Motley Fool.

Sementara itu, Associate Professor Nitin Pangarkar dari National University of Singapore (NUS) Business School mengatakan penurunan harga saham yang tajam menggarisbawahi pentingnya bagi perusahaan teknologi untuk menunjukkan kemampuan mereka mengendalikan pengeluaran dan menunjukkan disiplin fiskal setelah bergantung pada subsidi dan pemasaran agresif untuk mendorong pertumbuhan selama bertahun-tahun dengan kecepatan sangat tinggi.

"Mereka tidak bisa lagi berlebihan dengan pengeluaran hanya untuk merebut pangsa pasar. Anda harus memiliki jalan menuju profitabilitas,"katanya.

[Gambas:Video CNN]



(fby/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER