Pemerintah siap kembali mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, setelah ada penandatanganan dokumen technical arrangements atau Sistem Penempatan Satu Kanal (SPSK) pada 11 Agustus 2022.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan perjanjian ini bertujuan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang selama ini terjadi saat pengiriman TKI ke Arab Saudi, diantaranya pekerjaan yang diberikan lebih dari satu, hingga adanya TKI ilegal.
"Jadi SPSK ini exit strategy pemerintah untuk masalah tersebut," ujar Ida dalam rapat kerja komisi IX DPR RI, Senin (22/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ida menjelaskan ada banyak poin penting yang disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi. Salah satunya tak boleh lagi memberikan lebih dari satu jenis pekerjaan kepada TKI Indonesia atau multitasking.
"Beberapa hal diatur misalnya jenis pekerjaannya ada pengurus rumah tangga, pengasuh bayi, juru masak keluarga, perawat lansia, supir keluarga dan pengasuh anak. Ada klustering pekerjaan, tidak boleh ada multitasking. Tidak boleh juru masak juga menjadi perawat lansia. Jadi dari sini kita sudah mengklaster jenis pekerjaannya," jelasnya.
Area kerja di TKI juga ditentukan hanya boleh di Mekah, Jeddah, Riyadh, Madinah, Damman, Dhahran, Khobar.
Selain itu, upah minimum juga ditentukan sebesar 1.500 SAR atau setara Rp5,9 juta per bulan (kurs Rp3.976 per SAR), dan Arab Saudi juga berkomitmen untuk menghentikan kebijakan konversi visa WNI menjadi visa kerja.
Kemudian, poin penting lainnya adalah batas harga maksimum dari struktur biaya sebesar 11.250 SAR yang wajib ditinjau tim Joint Task Force minimum tiga bulan sekali.
Selanjutnya, Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) dan badan hukum yang terlibat harus memiliki izin resmi.
"Dokumen ini akan meningkatkan perlindungan terhadap PMI karena kontrak kerja antara PMI dan pemberi kerja berbadan hukum, jika terdapat masalah kerja maka mudah untuk melacak dan menghubunginya," pungkasnya.