Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan inflasi hingga akhir tahun bisa menyentuh level 7 hingga 8,5 persen di akhir tahun ini jika harga pertalite naik menjadi Rp10 per liter.
Namun, ia lebih meyakini inflasi hanya berada di level 7 persen karena Bank Indonesia (BI) baru saja menaikkan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/BI 7DRR) menjadi sebesar 3,75 persen.
Begitu pula dengan tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing menjadi 3 persen dan 4,5 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harapan kita kenaikan tersebut bisa meredam kenaikan inflasi walaupun akan tetap naik jika harga pertalite dinaikkan. Minimal, jika pun dinaikkan inflasi hanya di angka 7 persen, bahkan kurang," kata Nailul.
Sependapat dengan Yusuf, Nailul mengungkapkan Indonesia masih jauh dari bayang-bayang hiperinflasi. Inflasi diyakini tidak akan tiba-tiba melonjak secara signifikan dalam waktu yang singkat.
Ia pun menekankan hiperinflasi kemungkinan bisa terjadi jika harga pertalite diasumsikan naik menjadi Rp17 ribu per liter. "Kecuali pertalite harganya naik sampai Rp17 ribu," kata Nailul.
Lebih lanjut, BI sendiri memperkirakan inflasi Indonesia tembus 4,6 persen di akhir 2022. Proyeksi terbaru ini lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya 4,2 persen.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan proyeksi terbaru ini sejalan dengan kenaikan harga komoditas yang terus berlanjut.
"Kami perkirakan inflasi akhir tahun lebih tinggi dari 4,2 persen, bisa mencapai 4,5-4,6 persen," jelasnya.
Selain pangan, inflasi dalam negeri juga didorong oleh kenaikan harga diatur pemerintah, seperti BBM dan listrik yang tidak disubsidi.