Di sisi lain, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan tambahan bansos yang diberikan pemerintah cukup untuk mempertahankan konsumsi masyarakat jika harga BBM subsidi naik asalkan harga pangan tetap stabil.
"Cukup atau tidaknya bansos itu tergantung dari bagaimana pemerintah menjaga harga pangan terutama di sisa akhir tahun ini," ungkap Yusuf.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini, harga pangan saja sudah tinggi. Mulai dari cabai hingga telur ayam.
Kalau jumlah komoditas yang mengalami kenaikan harga bertambah, maka tambahan bansos yang diberikan pemerintah tak cukup meredam dampak inflasi.
"Saya khawatir kalau kenaikan harga BBM berbarengan dengan kenaikan harga pangan. Saat ini baru beberapa komoditas yang naik, tapi kan harga pangan volatile (bergejolak), tidak bisa diproyeksi," ujar Yusuf.
Jika jumlah komoditas yang mengalami kenaikan harga bertambah maka konsumsi masyarakat otomatis menurun, khususnya kelas menengah ke bawah.
Meski begitu, Yusuf mengatakan dampak penurunan konsumsi masyarakat menengah bawah tak terlalu mempengaruhi total konsumsi rumah tangga secara nasional.
"Penentu konsumsi rumah tangga sekitar 70 persen kelas menengah atas, mereka tak terpengaruh dinamika harga," ucapnya.
Maka itu, kalau keadaan memburuk, jumlah komoditas pangan yang mengalami kenaikan harga bertambah dan konsumsi masyarakat kelas menengah bawah turun, Yusuf memproyeksi konsumsi rumah tangga RI masih berada di kisaran 4,9 persen sampai 5,1 persen sepanjang 2022.
"Dengan catatan kelas menengah atas bisa tetap spending di sisa akhir tahun," tutur Yusuf.
Menurut dia, konsumsi kelas menengah atas akan terpengaruh jika lonjakan harga tiket pesawat tak bisa diredam oleh pemerintah. Hal itu akan mempengaruhi minat orang menengah untuk bepergian.
Selain itu, lonjakan kasus covid-19 juga akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat kelas menengah atas.
"Kalau covid-19 lagi tinggi, mereka (masyarakat menengah atas) menahan konsumsi mereka," jelas Yusuf.