Menkeu ke DPR soal Subsidi BBM: Hanya 5 Persen Dinikmati Orang Miskin
Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakinkan Banggar DPR bahwa lonjakan anggaran subsidi energi bisa terjadi jika tidak ada kenaikan harga BBM, Pertalite maupun Solar.
Dengan kondisi harga minyak mentah dunia US$105 per barel dan asumsi nilai tukar di posisi Rp14.700 per dolar AS, maka anggaran subsidi yang tadinya sudah disetujui Rp502 triliun akan lompat jadi Rp698 triliun atau nyaris Rp700 triliun.
"Oleh karena itu, kami menyimak dan terus melihat seluruh pandangan dari fraksi-fraksi mengenai bagaimana kita menyikapi (BBM subsidi) sebuah belanja shock absorber yang begitu besar," imbuh Ani, sapaan akrabnya, di Rapat Banggar, Selasa (30/8).
Saat ini, sambung Ani, anggaran besar yang disediakan pemerintah sebagian besarnya justru dinikmati oleh orang mampu. Misalnya saja, Solar yang dinikmati oleh 95 persen rumah tangga mampu, sedangkan Pertalite dinikmati oleh 80 persen orang kaya.
"Jangan lupa angka mendekati Rp700 triliun itu, Solar hanya 5 persen dinikmati (rakyat) miskin. Artinya, angka ini lebih dinikmati kelompok mampu. Pertalite hanya 20 persen dinikmati orang miskin," jelasnya.
Menanggapi pernyataan Ani, Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah menyarankan pemerintah untuk mengubah seluruh subsidi energi menjadi non energi.
"Sudah waktunya subsidi energi itu dialihkan ke subsidi non energi, BLT (bantuan langsung tunai), bantuan upah tenaga kerja, bantuan sosial (bansos) produktif UMKM," kata Said.
Lihat Juga : |
Apalagi, kata Said, selama ini yang besar adalah anggaran kompensasi bukan subsidinya. Sehingga, lebih baik dihapuskan menjadi bansos yang langsung dinikmati masyarakat miskin.
Sebab, selama ini kompensasi, misalnya ke Pertamax dinikmati oleh orang kaya. Bahkan, pejabat eselon I dan anggota dewan dikatakan menikmati hal itu.
"Dan lebih terkejut lagi, subsidi BBM itu hanya Rp74,9 triliun, yang berat itu Rp273 triliun untuk kompensasi. Pertamax itu kalau tidak keliru Rp12.500, angka keekonomiannya Rp16.250, kompensasinya Rp4.000," terang dia.
"Jadi, yang besar itu sebenarnya kompensasinya, bukan subsidinya. Kompensasi itu dinikmati oleh Ketua Banggar, Dirjen Pajak, semua kita menikmati kompensasi," lanjutnya.