'Onderdil Tua' Sudrajat dan Pentingnya Jaminan Kesehatan Sejak Belia

Tim | CNN Indonesia
Rabu, 31 Agu 2022 22:12 WIB
Perencana keuangan menyebut memiliki jaminan kesehatan merupakan hal wajib bagi masyarakat dari usia kecil sampai tua. Ini karena biaya berobat mahal.
Memiliki jaminan kesehatan penting di tengah kondisi kesehatan yang sering tidak menentu. ( ANTARA FOTO/AMPELSA).
Jakarta, CNN Indonesia --

Tak menyangka, begitulah yang terlintas dalam benak Sudrajat. Di usia senja, tubuhnya dihinggapi sejumlah penyakit.

Pertama, perlambatan tekanan darah. Penyakit yang dalam bahasa medis biasa disebut dengan barikardia ini menghinggapinya pada 2015 lalu.

Kedua, hernia.  Sedangkan ketiga, yang merupakan penyakit terbaru; pembengkakan kaki. Sudrajat sempat tak percaya penyakit itu telah bersarang di tubuhnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Maklum, secara fisik, ia merasa sehat. Ia tetap beraktivitas seperti biasa layaknya orang sehat.

Sakit atau lelah hanya terasa sesekali saja. Tapi, lelaki yang kini sudah berusia 72 tahun tak mau mengambil risiko.

Tak ingin penyakit itu membuatnya semakin menderita, pensiunan pegawai Kementerian Ketenagakerjaan yang dulu bernama Departemen Tenaga Kerja itu rutin ke dokter sebulan sekali.

Ia rela menempuh perjalanan dari Garut yang merupakan tempatnya menikmati masa tua, ke Rumah Sakit Islam Jakarta yang terletak di Cempaka Putih untuk memeriksakan kesehatannya.

Pasalnya, ia berobat dengan fasilitas BPJS Kesehatan.

"Karena faskes BPJS Kesehatan di sini, jadi sekalian berobat, jalan-jalan sekalian jenguk anak," katanya saat berbincang dengan CNNIndonesia.com sambil menunggu antrean obat di Rumah Sakit Islam Jakarta, awal pekan ini.

Sudrajat bercerita tidak mengeluarkan biaya sama sekali selama berobat 5 tahun belakangan ini. Semua ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Padahal katanya, berdasar cerita teman sesama pasien yang menjalani pengobatan sama seperti dirinya, biaya yang diperlukan untuk sekali datang plus obat bisa mencapai Rp1 juta.

"Benar tidak bayar sama sekali. Padahal kalau bayar itu, konsultasi sama 4 macam obat itu Rp1 juta. Bisa dibayangkan habis berapa saya kalau saya tidak jadi peserta BPJS Kesehatan " katanya.

Karena besarnya manfaat itulah, ia tak ragu menyebarkan pengalamannya kepada orang lain. Setiap bertemu orang, ia selalu bercerita tentang manfaat besar menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Tujuannya, mendorong mereka yang belum memiliki asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan untuk mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Kesehatan. Menurutnya, kepemilikan jaminan kesehatan penting, terutama saat seseorang sakit.

Pasalnya, sering sakit yang kadang membutuhkan biaya pengobatan besar datang tanpa permisi.

"Waktu sehat mungkin tidak terpikirkan karena mungkin merasa muda jarang sakit. Tapi kalau sudah sakit, seperti saya misalnya, karena onderdil sudah tua, sudah aus semua sehingga gampang sakit dan harus sering ke dokter, jadi berasa memang manfaatnya," katanya.

Sudrajat mengakui ada ongkos yang harus dikeluarkan untuk bisa menikmati fasilitas BPJS Kesehatan. Tapi katanya, ongkos itu tidak besar.

Untuk kelas I hanya Rp150 ribu, kelas II hanya Rp100 ribu. Sementara itu kelas II, hanya Rp35 ribu. Biaya itu katanya, lebih besar jika dibandingkan dengan membeli premi asuransi swasta.
"Bukan karena saya iurannya dipotong dari pensiunan ya, saya pun kalau bukan pensiunan akan tetap daftar jadi peserta mandiri. Ambil kelas 3 yang Rp35 ribu itu sudah sangat murah dan ringan. Semua penyakit katanya ditanggung," katanya.

Segendang sepenarian dengan Sudrajat, Ali Mardani (34) warga Sukoharjo, Jawa Tengah yang kini bekerja sebagai karyawan swasta dan Zen Angiola warga Kemayoran yang sehari-harinya bekerja menjadi driver ojek online juga punya pemahaman sama soal pentingnya memiliki jaminan kesehatan pribadi.

Berangkat dari pemahaman itulah, Ali yang sudah menjadi peserta BPJS Kesehatan dari golongan pekerja penerima upah, mendaftarkan kedua orang tuanya ikut program itu.

Kelas pesertaan orang tua yang ia daftarkan adalah I dengan iuran Rp150 ribu per bulan. Tujuannya, untuk jaga-jaga karena memang orang tuanya sudah sepuh.

"Jaga-jaga saja. Kita tidak berharap memakainya, karena sama saja mendoakan sakit. Iuran yang sudah kita bayar, biarlah digunakan untuk membantu yang lain, kita tidak pernah berharap kembali," katanya.

Sementara Zen mengatakan kesadaran soal jaminan kesehatan yang kemudian mendorongnya untuk daftar jadi peserta BPJS Kesehatan adalah pengalaman saat anak semata wayangnya sakit demam yang cukup tinggi beberapa waktu lalu.

Sakit itu mengharuskan Zen mengobatkan anaknya ke dokter spesialis.

"Biayanya cukup tinggi, sampai Rp600 ribu saat itu. Untuk seorang yang bekerja seperti saya, biaya tersebut cukup berat. Maka itu, agar ke depan itu tidak jadi masalah yang memberatkan, saya mau daftarkan keluarga saya menjadi peserta BPJS Kesehatan," katanya saat hendak mendaftar ikut Program Jaminan Kesehatan Nasional di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Matraman awal pekan ini.

Wajib Punya

Perencana Keuangan Oneshildt Financial Planning Agustina Fitria mengatakan jaminan kesehatan memang wajib dimiliki oleh setiap orang. Bahkan katanya, jaminan itu harus dimiliki sejak seseorang masih anak-anak sampai dengan tua.

Menurutnya, ada beberapa alasan kenapa itu sangat diperlukan. Pertama, kondisi kesehatan seseorang yang bisa berubah setiap saat secara cepat.

Hal itu katanya, membuat kebutuhan akan biaya kesehatan tidak bisa diprediksi. Maka itu keberadaan jaminan kesehatan sangat diperlukan.

Kedua, biaya pengobatan yang bervariasi. Ia mengatakan kalau biaya untuk sembuh dari sebuah penyakit masih ringan, tidak mempunyai jaminan kesehatan mungkin tidak menjadi masalah.

Tapi sebaliknya, kalau biaya pengobatan yang dibutuhkan ternyata mahal, kondisi tersebut tentu bisa memberikan masalah.

Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andi Nugroho mengatakan tanpa memiliki jaminan kesehatan masyarakat yang sakit bisa dihadapkan pada pilihan sulit.

Ambil contoh katanya, ketika ada seseorang yang harus menjalani operasi jantung. Dalam dua hari, rumah sakit menyebut orang itu harus mempersiapkan dana Rp100 juta untuk operasi.

Andi mengatakan orang bisa saja sebelumnya bilang mau menabung saja untuk jaga-jaga kalau di kemudian hari butuh dana semacam itu. Tapi butuh berapa lama untuk menabung.

"Misal penghasilan Rp10 juta, 10 persen ditabung per bulan, butuh 100 bulan. Tapi siapa bisa tebak misalnya di bulan ketiga ternyata kita sudah sakit. Kita kan tidak bisa bilang 'Dok, tabungan saya belum cukup ni, bagaimana dong," katanya. 

Perbandingan BPJS Kesehatan dan Asuransi Swasta

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER