SPBU milik PT Vivo Energy Indonesia menjadi perhatian publik beberapa waktu belakangan. Sebab, SPBU tersebut menurunkan harga saat pemerintah menaikkan harga BBM pada akhir pekan lalu.
Saat itu, pemerintah pengerek harga pertalite RON 90 menjadi Rp10 ribu per liter. Sementara, Vivo menjual BBM RON 89, yakni Revvo 89 seharga Rp8.900 per liter.
Akibatnya, SPBU itu pun diserbu oleh masyarakat yang ingin mengisi BBM dengan kualitas yang hampir setara dengan pertalite.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Menteri BUMN di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Dahlan Iskan pun membagikan pengetahuannya terkait SPBU Vivo. Ia menuturkan Vivo terafiliasi dengan perusahaan asal Swiss yang bekerja sama dengan perusahaan Inggris.
Mengutip @disway.id, Selasa (6/9), Dahlan menuliskan dua tahun lalu Vivo membuat kejutan serupa, yakni menurunkan harga ketika Pertamina menaikkan BBM.
"Ketika terjadi kenaikan harga BBM, kala itu, Vivo menurunkannya. Setelah itu Vivo justru tutup. Pemerintah menganggap Vivo masih ilegal. Belum melengkapi izin-izinnya," tulis Dahlan.
Namun, setelah izin itu beres, Vivo buka kembali. Ia pun mengungkapkan Vivo menjual BBM dengan harga yang lebih murah karena induk perusahaan memang punya strategi khusus. Yakni, menyasar konsumen miskin.
"Lihatlah fokus operasi Vivo di dunia. Vivo menguasai pompa bensin di seluruh negara Afrika. Vivo punya 2.400 lebih pompa bensin di 23 negara di Afrika," tulisnya.
Selain kapasitas RON yang berbeda tipis, menurut Dahlan, alasan lain mengapa harganya lebih murah dari pertalite juga berhubungan dengan sumber bahan baku.
Ia menyebut Induk perusahaan Vivo sudah sangat global. Jaringannya terdapat di seluruh dunia. Pabrik penyulingannya ada di mana-mana, termasuk di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
"Bisa saja induk Vivo punya anak perusahaan yang lincah, bisa membeli bahan baku dari Iran atau Rusia. Yang Anda pun sudah tahu harganya jauh lebih murah," tulis Dahlan.
Lihat Juga : |
Vivo pertama kali membuka SPBU di jalan raya Cilangkap RT 007 RW 003 Kota Administrasi, Jakarta Timur pada 2017 lalu.
Saat itu, SPBU Vivo banyak menggantikan lokasi-lokasi yang dulunya ditempati oleh SPBU Total yang tutup.
Corporate Communication Vivo Energy Indonesia Maldi Al Jufrie mengatakan Vivo Energy merupakan bagian dari Vivo Group yang memiliki kantor pusat di Swiss. "Asal perusahaan dari Belanda, kantor pusat di Swiss. Ini perusahaan dari Belanda, kami berasal dari Vivo Group," ujar Maldi seperti dikutip dari detik.com.
Vivo Energy sendiri didirikan pada 2011 silam sebagai kemitraan antara Vitol Group dan Helios Investment Partners.
Dilansir dari laman resminya, Vitol Group didirikan pada 1966 di Rotterdam, Belanda. Sejak saat itu perusahaan telah berkembang secara signifikan dan menjadi pemain utama di pasar energi dunia.
Adapun saat ini Vitol Group menjadi salah satu pedagang energi independen terbesar di dunia. Portofolio perdagangannya meliputi minyak mentah, produk minyak, LNG, gas alam, batu bara, listrik, logam, dan emisi karbon.
Perusahaan ini juga mengembangkan jaringan SPBU di Belanda, Australia, Singapura, Inggris, dan negara-negara Afrika.
Pada tahun 2021 lalu, Vitol Group mencatatkan pendapatan sebesar US$279 miliar. Perusahaan multinasional ini memperdagangkan 367 juta ton minyak mentah dan produk turunannya pada 2020 lalu.