Optimistis! BRI Bocorkan 3 Kunci Pendorong Pertumbuhan Berkelanjutan

Advertorial | CNN Indonesia
Rabu, 07 Sep 2022 00:00 WIB
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, atau BRI, optimistis dengan potensi pertumbuhan ke depan yang didorong oleh tiga aspek.
Direktur Utama BRI, Sunarso, menyebutkan tiga aspek penting pendorong pertumbuhan keberlanjutan perseroan. (Foto: Arsip BRI)
Jakarta, CNN Indonesia --

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, atau BRI, optimistis dengan potensi pertumbuhan ke depan yang didorong oleh tiga aspek. Ketiga aspek tersebut antara lain, sumber pertumbuhan baru yang jelas, kapital yang cukup, dan likuiditas yang memadai.

Direktur Utama BRI, Sunarso, menyebutkan aspek pertama akan dicapai melalui Holding Ultra Mikro (UMi). Dengan adanya UMi, perseroan memastikan bahwa sumber pertumbuhan baru akan terus bertambah.

"Sumber pertumbuhan baru dibangun melalui dibentuknya sinergi ekosistem ultra mikro dengan memasukkan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dalam BRI Group. Jadi, syarat pertama memiliki kejelasan sumber pertumbuhan baru," ujarnya dalam acara diskusi EMITALK BBRI 2022, Selasa (30/8).

Mengacu pada data BRI Group sebagai induk Holding Umi per Juni 2022, terdapat sekitar 45 juta potensi nasabah ultra mikro yang dapat diberdayakan. Adapun 15 juta di antaranya sudah dapat mengakses lembaga pembiayaan formal.

Kemudian syarat pertumbuhan yang kedua, lanjut Sunarso, BRI memiliki kapital yang cukup. Rasio kecukupan modal untuk menampung risiko kerugian atau Capital Adequacy Ratio (CAR) bank terbesar di Tanah Air ini per semester I-2022 sekitar 25 persen, naik 20 persen secara tahunan.

Menurut Sunarso, persentase CAR saat ini membuat posisi keuangan BRI aman sehingga BRI punya keleluasaan menurunkan CAR dari level 25 persen saat ini ke level yang optimal di kisaran 16-18 persen.

"Maka 2-3 tahun ke depan BRI tidak perlu menambah modal. Justru BRI perlu mengoptimalkan modal dengan cara bertumbuh," ucap dia penuh optimisme.

Sementara syarat pertumbuhan ketiga adalah ketersediaan likuiditas yang mumpuni. Dengan kecukupan likuiditas tersebut, BRI mampu menekan Cost of Fund (CoF) di kisaran 1,7 persen.

CoF tersebut merupakan yang terendah, setidaknya sejak 2019. Pada 2019, angkanya sekitar 3,6 persen, pada 2020 ditekan menjadi 3,2 persen, dan pada 2021 sekitar 2,1 persen.

Sunarso menegaskan, hal tersebut menunjukkan bahwa transformasi BRI semakin kuat.Terutama dari struktur liabilitasnya, sehingga mampu mempertebal ketersediaan likuiditas.

Dividen dan Proyeksi Pertumbuhan

adv_bricorporate

BRI memproyeksikan pertumbuhan sebesar 11-12 persen dalam 2-3 tahun ke depan. (Foto: Arsip BRI)

Pada kesempatan yang sama, Direktur Keuangan BRI, Viviana Dyah Ayu memproyeksikan pertumbuhan dalam 2-3 tahun ke depan setidaknya berada di kisaran 11-12 persen.

Melalui asumsi ini, pada kurun 3 - 5 tahun ke depan BRI masih memiliki opportunity untuk memberikan dividen pay out ratio yang lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal pra-pandemi.

"Tahun ini sebenarnya kami sudah memulai dividen pay out ratio yang cukup tinggi, yaitu kurang lebih 85 persen dari net profit di tahun 2021. Artinya, setiap lembar saham itu menerima kurang lebih Rp174," papar Viviana.

Dengan kondisi permodalan saat ini, kemudian pertumbuhan di kisaran 11-12 persen, dan juga komitmen untuk memberikan return yang optimal dalam 3 - 5 tahun ke depan. BRI masih memiliki potensi untuk memberikan dividen di atas 70 persen.

Kinerja Solid

Senada, Direktur PT Indovesta Utama Mandiri, Rivan Kurniawan yang juga seorang Indonesia Value Investor, mengungkapkan tak keliru jika BRI memiliki optimisme tersebut. Menurutnya, dua tahun terakhir terutama pasca pandemi kinerja BRI sangat solid.

"Dan saya melihat bahwa tren dari kinerja BBRI juga terus membaik pasca pandemi," kata dia.

Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi poin-poin keberhasilan dari BRI, yaitu dari sisi loan dan financing. Per kuartal II-2022, loan dan financing BRI tumbuh sekitar 8,7 persen secara tahunan, menjadi Rp1.104,8 triliun dari Rp1.015,9 triliun.

Kemudian dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) bertumbuh sekitar 3,7 persen secara tahunan menjadi Rp1.137 triliun.

Dari sisi profitabilitas, BRI pun sangat kuat. Net interest margin (NIM) kuartal II-2022 sekitar 8,24 persen, meningkat secara tahunan dari 7,41 persen.

"Peningkatan NIM juga didorong dari fokus pertumbuhan segmen mikro dan ultra mikro, serta efisiensi biaya bunga. Laba bersih juga tumbuh strong mencapai Rp24,9 triliun per semester I-2022, tumbuh sekitar 98,4 persen secara tahunan," sebutnya.

"Adapun Return on Asset (RoA) juga bertumbuh 3 persen, dan juga return on equity (RoE) bertumbuh 17,48 persen," lanjut Rivan.

Kemudian, hal lain yang juga disoroti adalah Fee Based Income yang naik sekitar 7,8 persen secara tahunan, dari Rp8,16 triliun menjadi Rp8,79 triliun per kuartal II-2022.

Menurutnya, hal itu tak terlepas dari segmen e-channel dan deposit administration fee yang menjadi kontributor terbesar, yakni sekitar 41 persen untuk e-channel dan deposit administration fee sekitar 26 persen.

Selain itu pertumbuhan dari non e-channel dan insurance related juga cukup signifikan. Tercatat ada pertumbuhan non e-channel sekitar 53 persen, dan insurance related fee sekitar 46,9 persen.

BRI pun dinilai mampu menjaga kualitas kredit yang jauh membaik pasca pandemi. Di mana pada September 2020, loan at risk (LAR) sempat mencapai 29,8 persen saat pandemi.

Seiring berjalannya waktu LAR BRI terus mengalami penurunan, yaitu per kuartal II-2022 mencapai 20,8 persen.

"Dari sisi pencadangannya loan at risk coverage juga secara konsisten menunjukkan peningkatan dari 21,8 persen pada September 2020 menjadi 42,4 persen pada Juni 2022," imbuhnya.

Terakhir, dari sisi NPL coverage yang saat ini sangat konservatif di angka sekitar 2,66 persen, menunjukkan bahwa manajemen BRI ini cukup prudence dan juga konservatif dalam menjaga NPL.

(adv/adv)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER