The Fed Kian Agresif, Rupiah Terkapar ke Rp15.129 per Dolar AS
Nilai tukar rupiah berada di level Rp15.129 per dolar AS pada Senin (26/9) sore. Mata uang Garuda melemah 92 poin atau 0,61 persen dari perdagangan sebelumnya.
Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah di posisi Rp15.119 per dolar AS.
Rupiah melemah bersama mayoritas mata uang di Asia lain. Tercatat, yen Jepang melemah 0,24 persen, baht Thailand melemah 0,51 persen, yuan China melemah 0,19 persen.
Kemudian, peso Filipina melemah 0,77 persen, dolar Singapura melemah 0,19 persen, dan won Korea Selatan melemah 1,55 persen
Begitu juga dengan mayoritas mata uang utama negara maju yang kompak berada di zona merah. Tercatat euro Eropa melemah 0,04 persen, poundsterling Inggris melemah 1,21 persen.
Selanjutnya, franc Swiss melemah 0,15 persen, dolar Kanada melemah 0,05 persen, dan dolar Australia melemah 0,28 persen.
Senior Analis DCFX Lukman Leong mengatakan rupiah melemah karena imbal hasil (yield) obligasi tenor dua tahun AS tembus 4,3 persen. Hal ini dikarenakan The Fed masih bersikap agresif dalam menentukan suku bunga acuan.
Lihat Juga : |
Sikap The Fed tersebut membuat dolar AS terus meningkat. Bahkan, mata uang Negeri Paman Sam tembus ke level tertinggi dalam 20 tahun terakhir.
"Imbal hasil obligasi dua tahun AS kembali melonjak melewati 4,3 persen oleh ekspektasi kebijakan suku bunga agresif dari The Fed mengakibatkan dolar AS kembali naik ke level tertinggi baru dalam 20 tahun dan rekor tertinggi dalam sejarah terhadap mata uang Inggris," ungkap Lukman kepada CNNIndonesia.com.
Menurut dia, sikap BI yang juga menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) pekan lalu tidak berhasil membuat rupiah menguat terhadap dolar AS.
"Walau BI sempat mengagetkan pasar dengan kenaikan agresif 50 bps minggu lalu, hal ini tidak cukup meredam sentimen risk off global, dengan investor melepas asset dan mata uang beresiko," jelas Lukman.
Sebelumnya, The Fed mengerek suku bunga acuan sebesar 75 bps dari 2,25-2,5 persen menjadi 3-3,25 persen pada September 2022. Hal ini menjadi kebijakan terberat The Fed sejak 1980 dalam melawan inflasi yang melonjak beberapa waktu terakhir.