Bank Dunia meminta negara-negara mewaspadai risiko stagflasi yang akan terjadi.
Stagflasi adalah kondisi inflasi dan kontraksi terjadi secara bersamaan. Inflasi yang dimaksudkan melonjak, dengan pertumbuhan ekonomi menurun dan meningkatnya angka pengangguran. Umumnya, stagflasi terjadi saat resesi ekonomi.
Presiden Bank Dunia David Malpass meyakini risiko resesi di Eropa meningkat, sejalan dengan perlambatan ekonomi China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Dalam laporan yang akan dirilis oleh Bank Dunia yang bertajuk 'Poverty and Shared Prosperity' disebutkan aksi memerangi kemiskinan di dunia mengalami perlambatan sejak 2015 lalu.
Bahkan, ada 70 juta orang tambahan yang masuk ke dalam kategori kemiskinan ekstrem sebelum pandemi covid-19 menyerang.
Laporan itu menunjukkan penurunan empat persen pendapatan median global. Ini merupakan penurunan pertama sejak Bank Dunia mulai mengukur pada 1990 silam.
"Negara berkembang menghadapi prospek jangka pendek yang sangat menantang," ucap Malpass dalam pidatonya di Stanford University, Rabu (28/9), mengutip Reuters.
"Bahaya yang mendesak bagi negara berkembang adalah perlambatan tajam dalam pertumbuhan global, membawa semakin dalam menuju resesi global," lanjutnya.
Beberapa aspek utama yang menjadi tantangan negara berkembang, antara lain harga pupuk dan harga energi yang meningkat tajam, kenaikan suku bunga acuan, credit spread, depresiasi mata uang, hingga arus keluar modal (capital outflow).
Malpass mendesak negara-negara tersebut untuk mencari cara keluar dari inflasi, selain menaikkan suku bunga acuan seperti yang terjadi sekarang ini.
Lihat Juga : |
Ia menyarankan efisiensi fiskal dengan target pengeluaran lebih banyak untuk orang miskin dan rentan.
Dana pendidikan, kesehatan, dan adaptasi perubahan iklim dianggap sebagai prioritas untuk negara-negara tersebut.
Langkah-langkah tersebut juga harus dibarengi dengan strategi untuk mengurangi tingkat utang yang membebani negara berkembang.