Moeldoko: Program EBT Tidak Bisa Secepat Itu

CNN Indonesia
Jumat, 21 Okt 2022 17:45 WIB
Kepala Staf Presiden Moeldoko menyebut pengembangan energi terbarukan (EBT) di Indonesia tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. (CNN Indonesia/ Kadafi).
Jakarta, CNN Indonesia --

Kepala Staf Presiden Moeldoko menyebut pengembangan energi terbarukan (EBT) di Indonesia tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.

Umpamanya, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang membutuhkan waktu di atas 10 tahun.

"Program EBT memang tidak bisa secepat itu ya. Sebagai contoh kita membangun PLTA perlu waktu lama, rata-rata di atas 10 tahun," ujarnya dalam webinar Capaian Kerja Pemerintah, Jumat (21/10).

Di sisi lain, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) juga harus memperhatikan teknologi yang digunakan agar Indonesia tidak mengimpor dari negara lain. Pasalnya Indonesia memiliki pasir silika yang merupakan bahan baku pembuatan lempengan sel panel surya.

Moeldoko mengatakan pemerintah terus mengembangkan EBT melalui sejumlah program, seperti Program Strategis Nasional (PSN) Pabrik Katalis Merah Putih yang diproyeksikan dapat menghasilkan katalis untuk memproduksi green fuel. Pembangunan program ini telah mencapai 47,19 persen.

"Sehingga kita harapkan kalau ini jadi akan memperkuat program EBT," ujar Moeldoko.

Kemudian, program Green Refinery oleh PT Pertamina (Persero) di Cilacap, Jawa Tengah. Program kilang BBM berbasis minyak sawit mentah atau CPO ini diperkirakan berkapasitas 20 ribu barel per hari.

Selanjutnya, uji jalan atau road test penggunaan bahan bakar B40 yang ditargetkan selesai Desember tahun ini. Di sisi lain, Indonesia bisa melakukan impor EBT. Hal tersebut seiring dengan upaya pemerintah dalam melakukan transisi energi.

Ketentuan itu tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT) yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (10/10).

Dalam beleid itu, pemerintah menyiapkan transisi dan peta jalan pengembangan EBT. Khusus dalam Pasal 23, badan usaha dapat melakukan impor sumber energi baru, seperti nuklir, hidrogen, gas metana batu bara, dan batu bara tergaskan, serta energi baru lainnya.

"Badan usaha dapat melaksanakan ekspor dan/atau impor sumber energi baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dengan tetap mengutamakan ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan Energi dalam negeri," demikian bunyi Pasal 23 ayat (1).

Selain impor, energi baru dan terbarukan juga bisa diekspor. Nah, namun sumber energi baru yang diekspor oleh badan usaha akan dikenai pungutan ekspor yang besarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara itu, untuk energi terbarukan, badan usaha diizinkan untuk mengekspor dan impor biomassa, limbah produk pertanian dan perkebunan, dan limbah atau kotoran hewan ternak.

Kegiatan ekspor impor ini dilakukan dengan tetap mengutamakan ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.



(fby/dzu)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK