Khawatir Resesi, Transportasi Online di AS PHK 683 Karyawan
Perusahaan transportasi online Lyft yang berbasis di Amerika Serikat (AS) mengumumkan bakal melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 683 karyawan. Kebijakan didasari oleh meningkatnya inflasi dan kekhawatiran resesi ekonomi.
Salah satu pendiri Lyft Logan Green dan John Zimmer mengatakan PHK bakal berdampak pada setiap sektor perusahaan. Manajemen merujuk pada tantangan ekonomi makro yang lebih luas, sehingga menimbulkan PHK massal ini.
"Kami tahu hari ini akan sulit. Kami menghadapi kemungkinan resesi di tahun depan dan biaya asuransi rideshare (asuransi untuk pengemudi) naik," ungkap pimpinan Lyft dalam memo untuk staf, dikutip dari CNN Business, Jumat (4/11).
Lihat Juga : |
"Kami bekerja keras untuk menurunkan biaya pada musim panas ini. Kami memperlambat, lalu membekukan perekrutan, memotong pengeluaran, dan menghentikan inisiatif yang kurang kritis. Tetap saja, Lyft harus lebih ramping yang mengharuskan kami berpisah dengan anggota tim yang luar biasa," lanjut isi memo tersebut.
PHK Lyft tak luput dari saingan utamanya, Uber, yang melaporkan pertumbuhan pendapatan yang kuat. Keberhasilan Uber bertahan di tengah krisis didorong oleh tingginya permintaan perjalanan dan pengiriman makanan.
"Kami tidak kebal terhadap realitas inflasi dan ekonomi yang melambat," tulis pendiri Lyft dalam memo.
Lyft mengkonfirmasi rencana PHK 13 persen karyawannya itu akan menghabiskan biaya sekitar US$27 juta hingga US$32 juta untuk biaya restrukturisasi serta pesangon dan tunjangan.
Terlepas dari pengumuman PHK karyawan pada Kamis (3/11), saham Lyft sudah mengalami penurunan hampir 70 persen sepanjang tahun ini.