Para produsen minyak goreng membantah tudingan investigator Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terkait kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng.
Bantahan mereka sampaikan dalam persidangan kasus dugaan monopoli minyak goreng di KPPU. Mengutip detik.com, Selasa (8/11), dalam persidangan perkara minyak goreng tersebut, ada tiga bantahan yang disampaikan oleh para produsen.
Pertama, mereka tidak melakukan kongkalikong soal kenaikan harga minyak goreng.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Produsen minyak goreng membantah hasil investigator KPPU yang menyebut mereka sengaja menaikkan harga minyak goreng saat periode Oktober 2021 hingga Desember 2021, serta periode Maret 2022 hingga Mei 2022.
Kuasa hukum dari PT Incasi Raya sebagai Terlapor V dan PT Selago Makmur Plantation sebagai Terlapor VI menyebut kenaikan harga pada periode yang dituduhkan KPPU terjadi karena ada kenaikan crude palm oil (CPO) dunia.
Sementara pada periode Februari hingga 16 Maret 2022, perusahaan dipaksa oleh pemerintah untuk menurunkan harga minyak goreng sesuai dengan harga eceran tertinggi yang kala itu ditetapkan.
"Ketika di 16 Maret 2022 pemerintah mencabut HET, terlapor 5 dan 6 menaikkan harga dikembalikan dengan harga acuan keekonomian. (Sebelumnya) Februari 2022 hingga 16 Maret 2022 menjual dengan HET perusahaan sudah dalam keadaan jual rugi. Ketika dicabut, menaikkan harga keekonomian, investigator artinya berharapnya perusahaan rugi mulu, konyol," jelas kuasa hukum dari terlapor V dan VI.
Kedua, membantah ada kumpul-kumpul dan persekongkolan untuk membahas harga minyak goreng.
PT Salim Ivomas Pratama membantah adanya pembahasan khusus mengenai harga yang dilakukan oleh Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) dan Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI). Adanya pertemuan yang merupakan undangan dari pemerintah.
"Tidak ada pertemuan AIMI mengenai harga minyak goreng. Pada 21-22 Oktober hanya ada pertemuan inisiatif dari pemerintah, Hadirnya sebagian dari kami AIMI kemudian GIMNI dan dewan minyak sawit Indonesia," ungkap mereka, dalam siang di kantor KPPU.
"Oleh karena itu jika benar bapak investigator bisa membuktikan pertemuan itu membahas harga minyak goreng. Mari kita buka di persidangan ini,"jelasnya.
Perwakilan PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT Smart Tbk) juga mengatakan kenaikan harga minyak goreng merupakan hal yang spontan dilakukan oleh perusahaan. Alasannya pun karena masih tingginya harga bahan baku minyak goreng, CPO.
Lihat Juga : |
"Reaksi spontan yang di dalam suatu pasar tidak bisa dikatakan penetapan harga. Kenapa harga dan CPO di periode Maret-Mei itu tidak bergerak, simply karena harga regulasi pemerintah di bulan pertengahan Maret HET yang tidak efektif, membuat pasar tidak sehat makanya hanya 2,5 bulan HET dicabut. Pelaku pasar menaikkan harga, that is spontan, mereka tidak telepon-teleponan," jelasnya.
Ketiga, membantah sengaja bikin langka minyak goreng.
Semua perusahaan yang hadir di persidangan di KPPU, dalam pembelaannya membantah bahwa telah melakukan kesengajaan dalam fenomena kelangkaan minyak goreng. Kelangkaan minyak goreng kemasan yang dimaksud terjadi pada periode bulan Januari 2022 hingga Mei 2022.
Salah satunya seperti yang disampaikan oleh produsen merek minyak goreng Bimoli, PT Salim Ivomas Pratama. Pihaknya membantah bahwa produknya sempat langka di 15 provinsi.
Lihat Juga : |
"Secara dramatis Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) mengatakan stok Bimoli nggak ada di 15 provinsi. Masya Allah itu keterlaluan! Kami punya bukti-bukti foto, kami sempat foto stok tacking yang kami akan ditayangkan foto bukti-bukti," kata kuasa hukum perusahaan.
Ia menjelaskan tidak bisa disimpulkan jika di suatu tempat atau supermarket kosong lalu dikatakan stok minyak goreng kosong. Menurutnya banyak kemungkinan yang terjadi atas kekosongan itu, misalnya barang belum datang atau habis.
Sebelumnya, KPPU telah melanjutkan persidangan perkara minyak goreng dengan 27 perusahaan pada Senin (7/11), yang diagendakan untuk penyampaian tanggapan 27 perusahaan yang disertai alat bukti.
Investigator menyebut para terlapor diduga melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 5, di mana mereka diduga secara bersama-sama menaikkan harga minyak goreng kemasan pada periode bulan Oktober 2021 hingga Desember 2021 dan periode bulan Maret 2022 hingga Mei 2022.
Selain itu, para terlapor juga diduga melanggar Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan melakukan pembatasan peredaran dan atau penjualan minyak goreng kemasan yang terjadi secara serentak dalam waktu yang sama pada periode bulan Januari 2022 hingga Mei 2022.