Proyek kereta cepat Jakarta- Bandung (KCJB) akan mulai diuji coba pada 16 November besok. Tadinya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden China Xi Jinping akan menyaksikan langsung proses uji coba tersebut.
Namun, karena jadwal yang sangat padat, kedua kepala negara itu memutuskan menyaksikan secara virtual.
"Ini masalah mengatur waktu, karena dua-duanya sibuk. Kan setelah ini ada KTT APEC di Bangkok," kata Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Didiek Hartantyo dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi VI, Rabu (9/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga untuk mempermudah semuanya kita lakukan skenario kedua kita lakukan streaming live dari Tegalluar uji coba operasional kereta ke Kopo 16 km, disaksikan langsung Jokowi dan Xi dari KTT di Bali," imbuhnya.
Proyek yang sudah dicanangkan sejak sekitar 2018 ini sudah banyak melalui banyak dinamika. Mulai dari pembengkakan biaya hingga soal tiket mahal.
Berikut rekap perjalanan pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung (KCJB), mulai dari biaya bengkak, tiket mahal, hingga baru balik modal setelah 38 tahun.
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) Didiek Hartantyo mengungkapkan, berdasarkan hasil review terbaru Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Komite KCJB per 15 September 2022, pembengkakan biaya (cost overrun) naik menjadi US$1,449 miliar atau Rp21,74 triliun.
Padahal, berdasarkan perhitungan dan review BPKP pada 9 Maret 2022 pembengkakan biaya hanya sebesar US$1,17 miliar atau Rp17,64 triliun. "Ini setelah direview kembali oleh BPKP dan ini sudah dibahas oleh komite, maka angka yang muncul saat ini cost overrun menjadi US$1,449 miliar (Rp21,74 triliun)," ujar Didiek dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, Rabu (9/11).
Pembengkakan dana ini nanti akan dibayar patungan antara konsorsium BUMN Indonesia dan China sebesar 25 persen dan 75 persen penarikan pinjaman dari China Development Bank (CDB).
Adapun 25 persen dari dana pembengkakan ini tercatat sebesar Rp5,435 triliun. Jumlah ini nantinya 60 persen (Rp3,261 triliun) dibayarkan oleh Indonesia dan 40 persen (Rp2,174 triliun) dari Pemerintah China. Sementara, 75 persen (Rp16,3 triliun) akan dipenuhi dengan menarik pinjaman dari CDB.
Indonesia melakukan perhitungan cost overrun melalui Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan menemukan pembengkakan dana senilai US$1,449 miliar per 15 September 2022.
Sedangkan China melalui Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional (NDRC) hanya melihat pembengkakan sekitar US$980 juta. Hal ini dikarenakan ada perbedaan asumsi perhitungan.
"Mereka sudah sampaikan hasil perhitungan mereka sekitar US$980 jutaan. Ada perbedaan karena beda cara melakukan review, beda metode dan beda asumsi," ujar Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi saat ditemui di Gedung DPR RI, Rabu (9/11).
Menurutnya, pihak China tidak memperhitungkan biaya-biaya pihak ketiga, seperti penyediaan persinyalan kereta api cepat. Pasalnya, di Negeri Tirai Bambu, pelayanan tersebut gratis, sedangkan di Indonesia tidak.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan harga tiket Kereta Cepat Jakarta-Bandung direncanakan Rp250 ribu selama tiga tahun pertama.
Menurutnya, tarif Rp250 ribu tersebut untuk jarak tempuh terjauh berdasarkan permintaan Kementerian Perhubungan yang kemungkinan besar akan diterapkan.
"Kalau menggunakan studi Polar UI (Universitas Indonesia/UI) itu jarak terjauh (harga tiket) Rp350 ribu, tapi setelah konsultasi dengan Kemenhub, Kemenhub minta agar harga tertinggi Rp250 ribu selama 3 tahun," ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, Rabu (9/11).
"Jadi kemungkinan harus kita ikuti Rp250 ribu selama tiga tahun," imbuhnya.
Namun, Dwiyana menekankan harga tiket tersebut bisa lebih murah di waktu tertentu. Sebab, skema penjualan tiket KCJB rencananya dilakukan seperti tiket pesawat dan KAI, yakni memberikan diskon di waktu tertentu.