Sri Mulyani Sebut Transisi Energi G20 Tak Mudah Karena Ada Arab Saudi
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan tidak mudah meninggalkan energi fosil dan beralih ke energi ramah lingkungan. Sebab, bukan cuma pendanaan yang menjadi tantangan.
G20, kata Ani, sapaan akrabnya, juga memiliki anggota yang merupakan produsen minyak terbesar di dunia, maka untuk mengurangi emisi karbon perlu waktu yang cukup lama.
"Salah satu hal yang tidak mudah dicapai karena di dalam G20 ada negara seperti Saudi. Bahkan, kita mengundang yang sangat kaya pada fossil fuel. Jadi, mereka meminta transisi itu dilakukan secara hati-hati," ungkap Ani dalam konferensi pers di BICC Nusa Dua, Bali, Rabu (16/11).
Lihat Juga : |
Oleh karenanya, dalam pelaksanaan KTT G20 di Bali, para pemimpin negara anggota sepakat membuat pengaturan mekanisme transisi energi hijau atau Energy Transition Mechanism (ETM). Komitmen ini diatur dalam paragraf 12 Leaders Declaration.
ETM adalah sebuah upaya atau gerakan yang diluncurkan pada side event KTT G20 yang dihadiri oleh Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa, Presiden Islamic Development Bank Dr Muhammad Sulaiman Al Jasser, hingga Presiden Bank Dunia David Malpass.
"ETM Country Platform Indonesia akan mengirimkan sinyal yang kuat tidak hanya ke Asia dan Pasifik, namun ke seluruh dunia bahwa Indonesia adalah pemimpin dunia dalam transisi yang adil dan terjangkau dari bahan bakar fosil ke energi yang ramah lingkungan," imbuh Ani.
Pemerintah telah menerima dana sebesar US$20 miliar dolar untuk mendukung transisi energi. Anggaran ini nantinya digunakan membangun energi hijau, seperti tenaga air, biomassa, hingga memensiunkan PLTU batu bara.
"Setidaknya ada US$20 miliar indicated dana untuk Indonesia saja yang berasal dari berbagai sumber yang bisa kemudian digunakan dalam rangka transisi energi tadi. Jadi ini semua satu paket," jelasnya.