Selain itu, menurut Bhima, kenaikan UMP maksimal 10 persen ini bisa menimbulkan risiko terjadinya lebih banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri Tanah Air.
Pasalnya, jika daya beli masyarakat merosot, pendapatan perusahaan juga akan turun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aturan Permenaker 18/2022 ini juga berisiko menimbulkan pelemahan daya beli secara agregat, sehingga omset dari pelaku usaha terutama yang menyasar produk untuk konsumen menengah bawah bisa melemah tahun depan. Jadi bukan mencegah PHK, justru nanti malah bisa memperbanyak PHK," jelas Bhima.
Senada, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai Permenaker 18/2022 yang baru ditetapkan tidak memberikan kepastian bagi para buruh. Apalagi dalam aturan hanya ada angka maksimal, tanpa ditetapkan minumannya.
Bahkan aturan tersebut menetapkan, jika kenaikan UMP berdasarkan perhitungan di atas 10 persen, maka kenaikan hanya dibatasi sesuai aturan, yakni naik maksimal 10 persen. Tentu ini tidak adil bagi wilayah yang pertumbuhan ekonomi dan inflasinya tinggi.
"Yang menjadi diskusi adalah kata maksimum yang diberikan pada aturan UMP untuk 2023, pihak buruh menyatakan ini menyalahi kalimat atau diksi dari UMP itu sendiri, karena seperti yang kita tahu UMP di Permenaker sebagai upah minimum. Artinya sebenarnya angka dari kenaikan pertumbuhan ekonomi di atas adalah angka minimum bukan diartikan sebagai angka maksimum," kata Rendy.
Menurutnya, memang lebih baik pemerintah menetapkan kenaikan UMP 2023 berdasarkan perhitungan pertumbuhan ekonomi dan inflasi masing-masing daerah, tanpa menetapkan angka maksimum seperti saat ini.
Namun, apabila pemerintah ingin memberikan keadilan bagi buruh dan pengusaha, maka seharusnya bisa digunakan kenaikan UMP berdasarkan kondisi masing-masing industri di dalam negeri.
Misalnya, daerah yang ekonominya sudah pulih bisa memberikan UMP tinggi dan yang belum bisa lebih rendah.
"Sehingga menurut saya perlu ada diksi tambahan dalam aturan UMP yang menjelaskan bahwa aturan maksimum dan minimum kemudian masih bisa dinegosiasikan antara para pelaku usaha dan juga buruh di tahun depan mengikuti dari perkembangan masing-masing industri," jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga disarankan untuk terus memberikan bantuan bagi sektor industri yang belum pulih seutuhnya di tahun depan. Ini untuk memastikan daya tahan perusahaan tetap terjaga agar bisa terus mempertahankan dan menaikkan upah pekerjanya.
"Insentif bantuannya bisa berupa, misalnya diskon listrik ataupun harga gas yang lebih rendah, sehingga harapannya para pelaku sektor usaha ini bisa mengalokasikan dana mereka ke kenaikan upah untuk para pekerja mereka," pungkasnya.