Wakil Menteri Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Alue Dohong menegaskan pemerintah bakal mengajukan gugatan perdata Rp23 triliun ke perusahaan migas asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP) lagi atas kerugian lingkungan hidup imbas tumpahan minyak di Montara.
Langkah ini merupakan upaya hukum lanjutan yang pernah mereka lakukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2018 lalu
"Kalkulasi awal kami dulu, kerugian kita estimasi hampir Rp23 triliun," kata Alue dalam konferensi pers, Kamis (24/11), dikutip dari Antara..
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alue menjelaskan KLHK akan mengajukan gugatan perdata terkait kerusakan perairan laut serta kerugian akibat kerusakan ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.
Selain itu, gugatan perdata, pemerintah juga meganjukan gugatan terkait biaya pemulihan atas kerusakan lingkungan dari tumpahan minyak Montara dengan estimasi sekitar Rp4,4 triliun.
Gugatan itu bakal dilayangkan pada semester pertama 2023. Alue mengatakan pihaknya sudah berniat mengajukan gugatan ke PN Jakarta Pusat, tetapi ditarik kembali karena menghormati proses class action yang sedang dilakukan para petani rumput laut.
Keputusan class action katanya, akan menjadi tambahan bukti kuat bahwa secara legal PTTEP mengakui perbuatannya yang menimbulkan kerusakan lingkungan.
Alue menambahkan pihaknya terus mengumpulkan data dengan melibatkan para ahli yang nanti bakal menghitung luas spasial berdasarkan hitungan secara ilmiah. Itu akan memperkuat kalkulasi biaya kerusakan lingkungan maupun biaya pemulihannya.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengklaim PTTEP setuju membayar ganti rugi kasus tumpahan minyak montara senilai Rp2,02 triliun atau 192,5 dolar Australia.
"Atas putusan pengadilan, mereka akan membayar AUD 192,5 juta, atau US$129 juta," katanya dalam Konferensi Pers di gedung Kemenko Marves, Kamis (24/11), dikutip dari detik.com.
Luhut mengatakan uang Rp2,02 triliun itu di luar ganti rugi terhadap kerusakan lingkungan. Uang tersebut merupakan ganti rugi bagi nelayan dan petani rumput laut yang terdampak tumpahan minyak.
Ketua Satgas Penanganan Kasus Tumpahan Minyak Montara Purbaya Yudhi Sadewa menyebut PTTEP hanya mau membayar kepada satu orang dengan nominal ratusan dolar. Namun, PTTEP kalah di pengadilan hingga mau berunding dengan Indonesia.
"Di sana PTTEP mau berunding dengan kita, itu nggak gampang juga. Kita ancam juga kalau pemerintah ikut campur, pasti bayarnya tiga kali lipat. Untungnya mereka takut sedikit," jelasnya
Sebelumnya, kasus tumpahan minyak Montara pada 21 Agustus 2009 sempat membuat geger. Saat itu, anjungan minyak di lapangan Montara milik PTTEP meledak di lepas landas kontinen Australia.
Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor, mencemari wilayah di sekitarnya. Akibatnya lebih dari 15 ribu petani dan nelayan rumput laut terkena dampaknya.
Purbaya sebelumnya memperkirakan kerugian dari kasus ini menyentuh angka hingga 500 juta hingga 600 juta dolar Australia atau sekitar Rp5,35 triliun-Rp6,42 triliun (kurs Rp10.700). Itu pun baru kerugian yang terjadi di dua kabupaten yang melakukan class action ke Pengadilan Federal Australia.