Presiden Jokowi tidak ingin Indonesia terjebak sebagai negara berkembang selama puluhan tahun seperti Amerika Latin di tengah banyaknya investasi yang masuk.
Jokowi menyebut negara Amerika Latih memiliki keterbukaan ekonomi sehingga banyak investor yang masuk. Hal itu membuat mereka menjadi negara berkembang sejak 1950-an.
Namun, negara Amerika Latin gagal membuat negara lain bergantung kepada mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini yang saya lihat kekeliruan di Amerika Latin, hanya menjadi cabang. Banyak investor masuk, tetapi hanya menjadi cabang. Ekonominya tumbuh tapi hanya menjadi cabang" ujar Jokowi dalam Kompas100 CEO Forum 2022, Jumat (2/12).
Jokowi menilai negara Amerika Latin tidak membuat produk-produk yang membuat negara lain bergantung kepada mereka. Hal ini yang membuat negara Amerika Latih terjebak sebagai negara berkembang selama puluhan tahun.
"Sudah lebih dari 50, 60, 70 tahun, negara mereka berkembang terus. Bukan berkembang terus, tapi jadi negara berkembang terus," ujar Jokowi.
Melihat kondisi itu, Jokowi mengatakan Indonesia tidak boleh salah mengartikan keterbukaan ekonomi. Indonesia disebut harus menciptakan desain ekosistem ekonomi yang membuat negara lain bergantung dengan Indonesia.
Jokowi ingin Indonesia mencontoh Taiwan yang berhasil membuat negara lain bergantung pada produk chip mereka.
Indonesia disebut Jokowi harus optimis karena memiliki potensi dan kekuatan besar baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, ditambah lagi Indonesia akan menerima bonus demografi pada 2030.
Selain itu, Indonesia juga memiliki potensi pasar yang besar.
"Inilah kekuatan yang sering kita tidak sadari. Harus saya ingatkan terus. Termasuk posisi kita di jalur perdagangan dunia, kekuatan inilah yang harus kita ingat terus dalam rangka membangun strategi yang besar," ujarnya.