Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mendesak Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk mempermudah Indonesia yang kalah gugatan sengketa larangan ekspor nikel dengan Uni Eropa.
"Kenapa sih sampai sebegitunya? Sementara, lihat saja China masuk besar-besaran. Kita masih banyak kok cadangannya, kita welcome. Bantuin dong rakyat Indonesia supaya bisa kerja," kata Arifin kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (2/12).
Kendati demikian, Arifin menegaskan pemerintah sudah mempunyai mekanisme penyelesaian sengketa tersebut. Ia juga menjelaskan Indonesia masih berproses untuk terus melanggengkan kebijakan larangan ekspor nikel tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, ia memastikan bakal terus mengikuti proses yang ada dalam sengketa larangan ekspor nikel tersebut.
"Sekarang kan memang mengikuti produser apa yang ada di WTO, kita ikuti. Kita ikuti itu. Ada Appellate Body (Badan Banding WTO) itu. Kita ikuti sesuai proses," tegasnya.
Sebelumnya, Arifin membacakan hasil final putusan panel WTO di Dispute Settlement Body (DSB) atas perkara larangan ekspor nikel Indonesia yang dicatat dalam sengketa DS 592. Hal itu ia ungkapkan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (21/11).
Arifin mengatakan berdasarkan putusan tertanggal 17 Oktober 2022, dijelaskan bahwa Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
Nantinya, final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lain pada 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.
Meski kalah, Arifin mengatakan pemerintah tak akan menyerah. Ia menegaskan Indonesia siap mengajukan banding atas putusan itu.
"Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding. Pemerintah juga tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan diadopsi oleh Dispute Settlement Body (DSB)," jelasnya dalam rapat tersebut.
Selain banding, Arifin melanjutkan pemerintah bakal terus mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral yakni nikel dengan cara mempercepat proses pembangunan smelter di dalam negeri.
Sementara itu, Presiden Jokowi memahami alasan Uni Eropa mengajukan gugatan. Hal ini karena banyak industri nikel yang ada di Uni Eropa, sehingga jika larangan dilakukan bisa mengganggu industri tersebut.
"Kalau dikerjain di sini (pengolahan nikel), artinya di sana akan ada pengangguran, di sana akan ada pabrik yang tutup, di sana akan ada industri yang tutup. Tapi kan kita juga mau maju, kita ingin menjadi negara maju," ujar Jokowi dalam Rakornas Kementerian Investasi, Rabu (30/11).
Meski kalah, Jokowi bersikukuh untuk tetap melakukan hilirisasi bahan mentah demi mendapatkan nilai tambah.
Jokowi mengatakan Indonesia harus berhenti mengekspor bahan baku mentah karena demi mendapatkan nilai tambah. Ia mencontohkan kebijakan larangan ekspor nikel yang membuat Indonesia mengantongi Rp300 triliun per tahun. Padahal Indonesia sebelumnya hanya meraup Rp20 triliun saat mengekspor bahan mentah nikel.
(skt/agt)