Erick Thohir Sebut Peta Transisi EBT RI Beda dengan AS hingga China

CNN Indonesia
Senin, 05 Des 2022 17:08 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan peta transisi energi baru terbarukan (EBT) Indonesia tidak mengikuti pola negara lain.
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan peta transisi energi baru terbarukan (EBT) Indonesia tidak mengikuti pola negara lain. (Foto: ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan peta transisi energi baru terbarukan (EBT) Indonesia berbeda dengan negara lain, seperti Amerika Serikat, Eropa, hingga China.

Sebab, kondisi Indonesia berbeda dengan negara lain, salah satunya karena berbentuk kepulauan. Maka dari itu, peta transisi EBT Indonesia tidak bisa sama seperti negara lain.

"Kita harus memetakan soal EBT ini, karena kita beda dengan Amerika, Eropa, dan China yang berbentuk satu pulau. Kita kepulauan, 75 persen laut sehingga kunci logistik adalah penting," ucap Erick dalam keterangan resminya, Senin (5/12).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, menurutnya, kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan juga memberi tantangan tersendiri. Hal ini berbeda dengan negara-negara luar yang wilayah negaranya berada di satu pulau yang sama.

"Indonesia kan negara kepulauan, tidak semua pulau memiliki (sumber) EBT. Ini yang perlu dicari solusinya, yaitu menyambungkan kabel antarpulau dengan transmisi. Jadi kita dukung EBT dengan transisi," terangnya.

Kendati begitu, ia memastikan pemerintah sudah mempertimbangkan dan menyusun transisi energi di Indonesia dari energi fosil ke EBT sesuai kondisi negara. Salah satuya dalam bentuk program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Pasalnya, biaya listrik dari PLTU masih menjadi yang termurah dan cocok untuk ekonomi masyarakat saat ini. Sementara jika harus beralih ke EBT, maka ada penyesuaian harga jual ke masyarakat.

"Kalau di luar negeri itu, bayar listrik dan BBM lebih mahal, (tidak masalah) asal green (berbasis EBT), (masyarakatnya) tetap beli. Nah, kalau di Indonesia itu belum siap. Tingkat kemiskinan dan kesenjangan masih terasa. Itu yang harus kita perhatikan," jelasnya.

Tak hanya dari sisi masyarakat, transisi EBT juga harus memikirkan kelangsungan industri karena listrik jadi bahan baku untuk industri. Jika harga listrik industri mahal, khawatirnya industri nasional jadi tidak kompetitif.

"Itulah makanya pemerintah mengambil posisi tahun 2060 (untuk target Net Zero Carbon), bukan 2050. Kementerian BUMN juga mengambil posisi, kita lakukan kesepakatan tetapi tidak menyebabkan (pelaku usaha) mati besok. Kalau besok mematikan, industri kita collapse," imbuhnya.

Maka dari itu, program pensiun dini PLTU dengan kapasitas mencapai 15 GW perlu diimplementasikan secara bertahap, meski di sisi lain, Indonesia punya EBT mencapai 24 GW, baik dari tenaga angin, air, hingga matahari.

Di sisi lain, Erick melihat transisi EBT bisa dilakukan karena ada kelebihan pasokan energi listrik antara PT PLN (Persero) dengan pembangkit swasta (Independent Power Producer/IPP).

"Ini (power wheeling) adalah transisi, bukan berarti kita berhenti. Jadi ini mempercepat agar saudara-saudara kita yang belum punya listrik bisa teraliri listrik dulu. Dapatkan akses listrik terlebih dahulu, baru EBT. Karena EBT itu lebih mahal. Pelan-pelan kita sinkronisasikan. Yang namanya EBT adalah sesuatu yang tidak bisa kita hindarkan. Tetapi yang penting adalah proses transisinya," tutupnya.

(uli/fef)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER