Bank Pembangunan Asia alias ADB menyebutkan kondisi kawasan Asia yang sedang berkembang masih tetap lebih baik daripada belahan dunia lain. Dari sisi pertumbuhan ekonomi maupun inflasi.
Walaupun, sebetulnya, ADB menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang Asia pada 2022 menjadi 4,2 persen dari perkiraan sebelumnya 4,3 persen.
Begitu pula untuk tahun depan, yakni dari 4,9 persen menjadi 4,6 persen. "Asia dan Pasifik akan terus tumbuh," ujar Kepala Ekonom ADB Albert Park dilansir Antara, Rabu (14/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tetapi, ia mengingatkan kondisi global yang memburuk juga menunjukkan bahwa momentum di kawasan Asia dan Pasifik akan melambat. "Seiring kita menyongsong tahun baru," lanjutnya.
Alasannya, kata Park, kebijakan moneter ketat yang diambil oleh banyak bank sentral di seluruh dunia, termasuk kawasan Asia. Kemudian, invasi militer Rusia ke Ukraina yang berkepanjangan, serta pengetatan mobilitas yang terus menerus dilakukan China.
Kondisi tersebut di atas, lanjut dia, memperlambat pemulihan kawasan Asia yang sedang berkembang dan pulih dari pandemi covid-19.
China, misalnya, diperkirakan ekonominya tumbuh hanya 3 persen tahun ini. Turun dari proyeksi sebelumnya, yakni 3,3 persen. Sementara, pada 2023, proyeksinya kembali diturunkan dari 4,5 persen menjadi 4,3 persen akibat perlambatan ekonomi global.
Selain menurunkan pertumbuhan ekonomi, ADB juga menaikkan proyeksi inflasi di kawasan Asia dan Pasifik pada tahun depan menjadi 4,2 persen dari sebelumnya 4 persen. Hal ini dikarenakan berlanjutnya tekanan inflasi dari energi dan pangan.
Karenanya, Park menyarankan pemerintah dari berbagai negara perlu bekerja sama lebih erat untuk mengatasi tantangan yang belum usai dari covid-19. Antara lain, dampak tingginya harga pangan dan energi, terutama terhadap masyarakat miskin dan rentan, termasuk memastikan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk Asia Tenggara sendiri, ADB menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi negara kawasan jadi 5,5 persen dari sebelumnya 5,1 persen. Proyeksi membaik dari lembaga yang berbasis di Manila itu karena pemulihan konsumsi dan pariwisata di Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Walaupun, proyeksi tahun depan diturunkan menjadi hanya 4,7 persen dari sebelumnya 5 persen akibat melemahnya permintaan global.