Berawal pada Agustus 2021 hingga akhir tahun tersebut, masyarakat Indonesia dihadapkan dengan lonjakan harga dan kelangkaan pasokan minyak goreng.
Kala itu, rata-rata harga minyak goreng melonjak ke level Rp20 ribuan per liter, bahkan bisa lebih tinggi di beberapa wilayah Indonesia.
Pada November 2021, Kementerian Perdagangan menyatakan kenaikan harga minyak goreng dipicu meroketnya harga Crude Palm Oil (CPO) akibat gangguan pasokan untuk bahan baku. Namun, Kemendag tak mengintervensi kenaikan harga dengan alasan stok dalam negeri masih 638 ribu ton dan cukup untuk kebutuhan 1,5 bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :KALEIDOSKOP 2022 Ancaman Badai PHK di Tengah Laju Kencang Ekonomi Indonesia |
Tak lama, pemerintah mengeluarkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan kemasan premium Rp14 ribu per liter. Kebijakan ini diterapkan sejak 19 Januari 2022 hingga Juni 2022.
Sayangnya, gara-gara kebijakan tersebut, pasokan minyak goreng justru semakin langka dan membuat warga antre hingga 10 kilometer di beberapa wilayah RI.
Pemerintah kemudian mencabut aturan itu dan melepas harga minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar. Sebagai gantinya, pemerintah memberikan subsidi untuk minyak goreng curah. Namun, HET minyak goreng curah naik dari Rp11.500 per liter menjadi Rp14 ribu per liter atau setara Rp15.500 per kg.
Selain itu, pemerintah juga menggelontorkan Rp7,6 triliun untuk subsidi 250 juta liter migor kemasan per bulan, atau setara Rp1,5 miliar liter dalam enam bulan.
Nahas, kebijakan ini malah gagal total. Faktanya minyak goreng masih tetap langka baik di pasar ritel maupun tradisional.
Sebagai upaya untuk menyelamatkan pasokan, Jokowi lantas mengambil langkah ekstrem dengan melarang ekspor CPO dan turunannya pada 28 April 2022.
Namun, aturan itu hanya berlaku kurang dari sebulan. Jokowi kembali membuka keran ekspor CPO dan turunannya mulai 22 Mei 2022 lalu.
M Lutfi yang saat itu menjabat sebagai menteri perdagangan menduga masalah minyak goreng disebabkan oleh penimbunan dan penyelundupan.
Usut punya usut, salah satu biang kerok masalah minyak goreng langka dan mahal adalah ulah mafia.
Kejaksaan Agung kemudian menetapkan lima tersangka dalam kasus skandal pemberian ekspor minyak sawit mentah (CPO) pada April 2022.
Salah satu tersangka justru pejabat Kementerian Perdagangan yaitu Dirjen Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana.
Selain Wisnu, tersangka lainnya adalah tiga bos perusahaan sawit yaitu; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group Stanley MA, dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Tagore Sitanggang.
Terakhir, nama pendiri dan penasihat kebijakan/analisa PT Independent Research & Advisory Indonesia Lin Che Wei juga ikut terseret dalam kasus tersebut.
Kejagung menduga Wisnu bermufakat jahat dengan pihak swasta untuk melakukan proses penerbitan persetujuan ekspor.
Kasus ini berkaitan dengan penerbitan persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya tidak mendapat izin karena tidak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO).
Aturan soal DMO dan DPO tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan nomor 129/2022 tentang penetapan jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) dan harga penjualan di dalam negeri (DPO).
Mengutip aturan tersebut, jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri minimal 20 persen untuk CPO, bleached and deodorized palm olein dari total volume ekspor.
Kemudian, harga penjualan dalam negeri untuk CPO sebesar Rp9.300 per kg termasuk PPN. Untuk refined, bleached, dan deodorized palm olein sebesar Rp10.300 per kg termasuk PPN.
Jumlah kebutuhan dalam negeri dan harga penjualan dalam negeri dalam aturan itu harus dipenuhi oleh pengusaha jika ingin melakukan ekspor CPO dan produk turunannya.