Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menghapus ancaman sanksi berupa dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar bagi para pengusaha yang nekat impor hasil pertanian saat stok di dalam negeri aman.
Ketentuan terkait sanksi ini sebelumnya termaktub dalam Pasal 101 UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Namun, pada Perppu Cipta Kerja, pasal tersebut dihapus.
Pasal 101 UU Nomor 19 tahun 2013 itu menyatakan setiap orang yang mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan komoditas pertanian dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan pemerintah diancam pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghapusan itu sejalan dengan dihilangkannya aturan larangan impor komoditas pertanian pada saat kebutuhan dan cadangan komoditas pertanian dalam negeri mencukupi.
Aturan itu dimuat pada klaster pertanian Pasal 30 Perppu Cipta Kerja, yang mencabut UU sebelumnya yaitu UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
"Kecukupan kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan Pemerintah berasal dari produksi dalam negeri dan impor Komoditas Pertanian dengan tetap melindungi kepentingan Petani," bunyi Pasal 30 ayat (1) Perppu Cipta Kerja.
Padahal, Pasal 30 di UU sebelumnya jelas mencantumkan larangan impor komoditas pertanian di saat ketersediaan komoditas pertanian di dalam negeri sudah mencukupi.
"Setiap orang dilarang mengimpor komoditas pertanian pada saat ketersediaan komoditas pertanian dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau cadangan pangan pemerintah," begitu bunyi Pasal 30 ayat (1) UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim Perppu Cipta Kerja sudah sesuai dengan Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009. Menurutnya, Perppu itu telah memenuhi syarat kegentingan yang memaksa.
Ketua Umum Golkar itu menyebut Perppu Cipta Kerja mengubah sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja sesuai dengan putusan MK. Beberapa di antaranya soal ketenagakerjaan upah minimum tenaga alih daya, harmonisasi peraturan perpajakan, dan hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Sementara itu Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Perppu ini sekaligus menggugurkan status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja.
Mahfud berkata beberapa alasan mendesak yang melatarbelakangi Perppu Cipta Kerja adalah dampak perang Ukraina-Rusia. Selain itu, ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia.
"Perppu itu setara dengan undang-undang di peraturan hukum kita. Kalau ada alasan mendesak, bisa," ujarnya.
(mrh/pta)