Harga minyak dunia tersungkur pada pekan lalu. Hal itu lantaran proyeksi ekonomi masih suram sehingga berdampak pada potensi permintaan komoditas energi.
Per Jumat (6/1), harga minyak berjangka Brent menetap di US$78,57 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) bertengger di US$73,77 per barel.
Harga Brent dan WTI merosot lebih dari 8 persen, penurunan mingguan terbesar di awal tahun sejak 2016. Kedua harga acuan naik sekitar 13 persen selama tiga minggu sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga :REKOMENDASI SAHAM Deretan Saham Berpeluang Cuan Pekan Ini, Konsumer Bisa Jadi Pilihan |
"Pasar minyak mungkin mendapatkan kembali ketenangan setelah pertumpahan darah awal pekan ini, tetapi potensi kenaikan tetap terbatas, setidaknya dalam waktu dekat," ujar analis PVM Stephen Brennock seperti dilansir Reuters.
Institute for Supply Management (ISM) melaporkan aktivitas industri jasa AS pada November kontraksi untuk pertama kalinya dalam lebih dari 2,5 tahun.
Kendati demikian, laporan lain menunjukkan lapangan pekerjaan bertambah di AS pada Desember. Kondisi ini mendorong tingkat pengangguran kembali ke level terendah pra-pandemi sebesar 3,5 persen karena pasar tenaga kerja tetap ketat.
Laporan pekerjaan AS itu menyebabkan dolar AS menguat karena investor bertaruh bahwa inflasi mereda dan The Federal Reserve (Fed) AS tidak perlu seagresif yang dikhawatirkan sejumlah analis.
Pelemahan dolar AS dapat meningkatkan permintaan minyak, karena komoditas berdenominasi dolar menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya.
Sementara itu, eksportir minyak mentah utama dunia, Arab Saudi, menurunkan harga minyak mentah ringan yang dijualnya ke Asia ke level terendah sejak November 2021 di tengah tekanan global yang memukul minyak.
Di China, importir minyak mentah terbesar di dunia, pasar mendapat dorongan dari ekspektasi pemulihan ekonomi setelah melonggarkan kebijakan nol-covid.