Organisasi nirlaba yang fokus mengatasi ketimpangan ekonomi, Oxfam, melaporkan 1 persen populasi teratas di dunia menguasai dua pertiga dari nilai kekayaan yang tercipta selama periode 2020-2022, yakni sebesar US$42 triliun.
Laporan Oxfam tersebut dirilis pada pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. Acara ini mempertemukan para pemimpin bisnis dan politik global untuk membahas isu-isu politik dan ekonomi yang menjadi perhatian global.
"Jumlah itu hampir dua kali lebih banyak daripada uang yang diperoleh 99 persen populasi dunia terbawah," menurut laporan Oxfam berjudul Survival of the Richest, dikutip dari Aljazeera, Senin (16/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oxfam menyebut kekayaan para miliarder meningkat US$2,7 miliar per hari. Setengah dari miliarder dunia justru tinggal di negara-negara yang membebaskan pajak warisan.
Ini membuat mereka leluasa memberikan US$5 triliun kepada para ahli warisnya. Nilai yang bahkan lebih besar dari produk domestik bruto (PDB) Afrika.
Di sisi lain, ada sekitar 1,7 miliar pekerja yang tersebar di berbagai negara di mana nilai inflasi lebih tinggi dari gaji pekerja.
Direktur Eksekutif Oxfam International Gabriela Bucher mengatakan menarik pajak dari kelompok super kaya adalah pintu keluar dari ketimpangan ekonomi ini.
Dalam laporannya, Oxfam menyebut pajak 5 persen yang dikenakan pada jutawan dan miliarder dunia dapat mencapai US$1,7 triliun per tahun. Jumlah ini cukup untuk mengangkat dua miliar orang keluar dari kemiskinan.
"Sementara orang biasa berkorban setiap hari untuk hal-hal penting seperti makanan, orang super kaya bahkan telah melampaui impian terliar mereka," kata Bucher.
(pta/dzu)