SPN pun mematuhi kesepakatan tersebut dengan tidak melakukan mogok kerja pada 11 hingga 13 Januari. Namun, pihak GNI tidak tepat waktu dalam menepati janji pertemuan yang seharusnya berlangsung pada pukul 2 siang, mundur menjadi pukul 3 sore.
Selain itu, Ramidi menegaskan tidak ada hasil kesepakatan apapun yang diraih dalam pertemuan tersebut. Oleh karena itu, pekerja PT GNI merencanakan aksi mogok kerja pada 14 Januari di luar area produksi alias pos 4.
Saat aksi berlangsung, ada anggota SPN yang berada di dalam pos 4 ingin mengikuti aksi mogok kerja tersebut, tetapi dihalang-halangi. Bahkan Ramidi mengklaim terjadi pemukulan oleh tenaga kerja asing (TKA) terhadap pekerja yang ingin mengikuti mogok kerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari situlah informasi itu muncul ke luar, saya belum pasti apakah ini siang atau malam, tapi memang ada teman-teman dari luar yang ingin masuk (ke pos 4) ketika mendengar informasi di dalam terjadi keributan, ada yang dipukul," ungkapnya.
Ramidi menyebut aksi mogok berakhir pukul 5 sore waktu setempat, sesuai arahan dari kepolisian setempat. Apa yang terjadi setelah pukul 5 sore sudah di luar agenda serikat pekerja.
Kini, SPN fokus pada dua masalah utama pasca-bentrokan. Pertama, proses atau persoalan kasus kemanusiaan harus diselesaikan. SPN mengaku tak masalah ada keterlibatan kepolisian yang memintai keterangan dari pekerja PT GNI, tetapi harus diposisikan sebagai korban, bukan tersangka.
"Jangan menganggap persoalan K3 cuma kebersihan. Yang namanya industri pertambangan itu rentan sekali terjadi kebakaran, terjadi hal-hal mengancam jiwa pekerja. Beberapa waktu lalu di Morowali juga, tapi bukan Morowali Utara, itu terjadi kebakaran dan ada korban karyawan meninggal. ini nggak direspons," tegas Ramidi.
Kedua, Ramidi mengakui ada perbedaan antara tenaga kerja asing (TKA) dan pekerja Indonesia di PT GNI. Menurutnya, kehadiran TKA yang dianggap perlu untuk transformasi skill tidak sepenuhnya benar.
"Pada kenyataannya, di sana itu banyak TKA-TKA unskill. Maaf, di sini hanya tamatan SD itu banyak. Jadi tidak semua TKA punya skill yang diharapkan bisa mentransfer ilmunya ke TKI," sambungnya.
(skt/pta)