Kecamuk Perang Bunga Simpanan di Era Bank Digital

CNN Indonesia
Selasa, 31 Jan 2023 16:39 WIB
Sejumlah bank digital menawarkan suku bunga simpanan tinggi, bahkan, jauh lebih tinggi bank konvensional demi menarik nasabah.
Sejumlah bank digital menawarkan suku bunga simpanan tinggi, bahkan, jauh lebih tinggi bank konvensional demi menarik nasabah. ( CNN Indonesia/Ryan Hidayatullah).

Jika diingat, perang suku bunga juga pernah terjadi di kalangan bank konvensional pada 2014 silam. Kala itu bankir berlomba-lomba menaikkan suku bunga deposito dengan tujuan dapat meraup dana deposan sebanyak-banyaknya. Hal ini dipicu oleh pengetatan likuiditas.

Bank berani menawarkan bunga deposito belasan persen karena permintaan kredit masih tinggi. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata bunga deposito saat itu, yakni 7-8 persen per tahun.

Bunga deposito yang mencapai belasan persen pun jauh dari suku bunga penjaminan LPS ketika itu yang ditetapkan sebesar 7,75 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Panasnya perang bunga deposito juga diduga terjadi karena nasabah kerap membanding-bandingkan bunga-bunga deposito bank. Selain itu, sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga dituding menjadi biang keroknya.

Sebagai contoh, Gatot Suwondo, yang saat itu menjabat sebagai ketua Himpunan Bank Negara (Himbara), mengatakan BPJS dan dana pensiun BUMN selalu memberi tender dana yang cukup besar dan meminta bunga deposito tinggi.

Di sisi lain, perang suku bunga deposito ini membuat suku bunga kredit meningkat. Oleh karena itu, banyak pengusaha yang protes dan minta bunga kredit diturunkan. Terlebih mereka butuh pinjaman untuk modal.

Para pengusaha ikut menuding bank enggan menurunkan suku bunga kredit dan mengambil keuntungan terlalu tinggi. Tak heran, fenomena itu sempat dipermasalahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga tersebut mengimbau agar bank berhenti melakukan perang bunga.

Pasalnya, perang suku bunga deposito diklaim tidak sehat bagi perekonomian. Hal itu hanya menguntungkan segelintir pemilik dana dan menghambat penurunan bunga kredit.

Nah, ihwal perang suku bunga simpanan di bank digital di era sekarang, Kepala Eksekutif Pengawas perbankan OJK Dian Ediana Rae menyebutnya berbeda dengan fenomena perang suku bunga deposito tadi. Ia melihat likuiditas bank digital masih ample atau cukup.

Karenanya, biasa saja kalau terjadi distribusi tidak merata antar KBMI dan antar bank. Menurutnya, appetite dan opportunity ekspansi kredit antar bank juga berbeda.

"Yang jelas saya melihatnya apa yang terjadi sekarang masih dalam batas kewajaran, belum diperlukan intervensi kebijakan yang khusus dari OJK maupun Bank Indonesia (BI)," ujar Dian.

Ia mengamini bahwa perang suku bunga simpanan merupakan salah satu strategi bank digital dalam menghimpun dana nasabah. Menurut Dian, bank digital telah memiliki rencana bisnis masing-masing termasuk arah model bisnis dalam strategi penghimpunan dana yang diimplementasikan pada kebijakan suku bunga simpanan kepada nasabah.

Di sisi lain, ia menilai bank digital tunduk terhadap ketentuan suku bunga simpanan yang diatur oleh LPS. Ia mengklaim OJK senantiasa memastikan bahwa bank telah melakukan transparansi informasi terhadap besaran suku bunga simpanan yang diberikan kepada nasabah termasuk risiko-risiko yang dimiliki nasabah.

"Termasuk risiko tidak dijamin oleh LPS apabila melampaui ketentuan batas penjaminan LPS," imbuhnya.

Dian menambahkan pelaksanaan strategi penghimpunan dana oleh bank digital tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan aspek kehati-hatian dan ketentuan manajemen risiko yang berlaku, khususnya respon terhadap adanya peningkatan suku bunga simpanan perbankan secara umum.



Resep sukses bank digital di negara lain

Bank digital juga telah menjamur di dunia sejak beberapa tahun belakangan. Riset terakhir Boston Consulting Group (BCG) menemukan bahwa penggunaan bank digital pada 2021 meningkat sebesar 23 persen dan penggunaan perbankan seluler naik 30 persen dibanding tahun sebelumnya.

Sementara, jumlah bank digital di seluruh dunia ada lebih dari 250 bank dan berpotensi terus bertambah. Penelitian juga menunjukkan perbankan digital mampu meningkatkan efisiensi dan pengurangan tingkat kesalahan sebesar 20 persen hingga 40 persen.

Di Asia, Korea Selatan menjadi salah satu pasar bank digital paling berkambang. Kesuksesan bank digital di Negeri Ginseng bisa dilihat dari perkembangan KakaoBank.

Sejak diluncurkan pada 2016, bank besutan Kakao Corp itu berhasil meraup keuntungan dalam kurun waktu dua tahun saja. Pada 2019, KakaoBank telah memiliki 13,35 juta nasabah aktif bulanan. Jumlah ini hampir seperempat total populasi Negeri Ginseng.

Melansir Reuters, pada tahun yang sama, KakaoBank pun tumbuh menjadi bank besar dengan aset mencapai 28,6 triliun won atau sekitar Rp350,4 triliun.

KakaoBank pun sukses melantai di bursa saham melalui aksi korporasi Initial Public Offering (IPO) pada 2021 dengan valuasi sekitar US$29 miliar. Jumlah nasabah aktif mencapai 19,2 juta orang pada pertengahan 2022.

Bank digital pertama di Korea Selatan itu juga melaporkan laba bersih sebesar 78,72 miliar won pada kuartal III 2022. Angka ini lebih tinggi dari proyeksi awal yang hanya 75,4 miliar won.

Berdasarkan laporan Kapronasia, kunci kesuksesan KakaoBank adalah pada ekosistem yang mereka bentuk. Bukan hanya pada suku bunga yang ditawarkan.

Di sektor komunikasi, Kakao Bank punya layanan Kakao Talk dengan pengguna 52 juta lebih atau lebih dari 90 persen total populasi. Bank tersebut membanguna basis pengguna dari layanan sosial media.

Hal ini tentu menjadi keunggulan Kakao Bank yang mungkin sulit untuk diikuti bank digital di Indonesia. Pasalnya, di dalam negeri tidak ada perusahaan bank yang memiliki aplikasi media sosial, wong aplikasi chatting yang digunakan saja merupakan produk asing, yakni WhatsApp.

Selain itu, KakaoBank juga memiliki fintech Kakao Pay yang menunjang sistem pembayaran. Kakao Corp pun memiliki beberapa aplikasi di sektor e-commerce, yanki KakaoSyle yang merupakan aplikasi sosial fashion, Kakaomart, dan KakaoTalk Gift.

Tak cukup sampai di situ, Kakao Corp juga punya aplikasi yang menunjang mobilitas; Kakao T, Kakao Map, Kakao Bus, Kakao Metro, Kakao Navi, serta Kakao Parking. Kemudian, ada jua layanan Kakao Game, KakaoPage, KakaoTV, KakaoMusic, portal Daum, Daum News, Daum Search, serta Kakao Friend.

Kunci kesuksesan lain dari KakaoBank adalah dengan inovasi mengeluarkan layanan perbankan. Meski Korea Selatan merupakan negara dengan pemilik rekening cukup tinggi, negara tersebut juga memiliki pasar yang kurang terlayani secara signifikan. Di sini lah KakaoBank mengambil celah.

Kakao Bank pun tentunya banyak memberikan pinjaman kredit, mulai dari untuk bisnis besar hingga UMKM.

Catatan Redaksi: Tulisan ini merupakan bagian dari tugas akhir penulis sebagai peserta Banking Journalist Academy (BJA) IX yang diselenggarakan oleh Sekolah Jurnalisme AJI dan PermataBank.

(mrh/agt)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER