ANALISIS

Menebak Nasib Bisnis E-Commerce di Tengah Badai PHK

CNN Indonesia
Kamis, 02 Feb 2023 07:10 WIB
Badai PHK di e-commerce masih berlanjut imbas ekonomi lesu. Tak hanya PHK, e-commerce JD.ID bahkan harus gulung tikar di awal tahun ini.
Badai PHK di e-commerce masih berlanjut imbas ekonomi lesu. Tak hanya PHK, e-commerce JD.ID bahkan harus gulung tikar di awal tahun ini. (ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA).

Ketua Umum Indonesian E-Commerce Association (iDEA) Bima Laga merespons fenomena tersebut dengan menegaskan PHK tidak hanya terjadi di sektor digital.

Khusus untuk JD.ID, Bima menilai perusahaan membandingkan antara effort dan benefit jika harus terus menjalankan bisnis tersebut.

Bima mengatakan jika masih lebih besar effort, wajar bagi perusahaan memilih menyetop sementara atau bahkan permanen layanan mereka sebagai bagian dari efisensi. Salah satu pertimbangannya adalah menjaga keuntungan bisnis perusahaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebagai pengusaha di top management, dengan semua isu mereka harus berpikir ini profit perusahaan harus dijaga, sustainable perusahaan juga harus dijaga. Caranya bagaimana? Salah satunya adalah memprioritaskan, memilah layanan bisnis mana yang sekiranya masih menjanjikan. Effortnya tidak terlalu besar, tetapi menjadi salah satu kekuatan mereka," katanya.

Bima mengungkap bahwa perdagangan ekonomi digital melalui e-commerce di 2022 sebenarnya tetap tumbuh, meski slowing alias melambat.

Namun, ia membantah jika perlambatan tersebut disebabkan oleh pencabutan PPKM. Pasalnya, PPKM baru dicabut di akhir tahun, bukan pertengahan apalagi awal 2022.

Ada dua faktor besar yang menurut Bima berpengaruh terhadap perlambatan perdagangan ekonomi digital tahun lalu.

Pertama, inflasi Indonesia yang meroket sejak harga BBM naik pada September 2022 lalu.

Menurut data iDEA, inflasi yang lebih tinggi terjadi di luar Pulau Jawa. Padahal, menurutnya pertumbuhan transaksi e-commerce sangat dipengaruhi oleh promo ongkos kirim (ongkir).

"Jadi promo ongkir itu menjadi salah satu pertimbangan utama orang-orang belanja online, bukan diskon, bukan barang murah, tapi ongkir. Dengan inflasi di luar Pulau Jawa yang tinggi, otomatis mempengaruhi minat orang belanja online," ungkapnya.

Kedua, isu resesi global bergulir menjelang akhir 2022. Bima menegaskan badai PHK terjadi di kisaran Oktober hingga Desember. Banyaknya PHK di semua sektor industri amat mempengaruhi kegiatan ekonomi.

Menurutnya, masyarakat Indonesia memperhatikan isu yang beredar. Hal tersebut yang pada akhirnya membuat masyarakat menahan keinginan belanja online.

Bima lantas membedah beberapa keluhan konsumen atau analisis pengamat yang menilai promo e-commerce saat ini kurang menarik hingga biaya layanan yang tinggi.

Menurutnya, dua faktor perlambatan perdagangan digital tahun lalu sangat berpengaruh kepada kebijakan yang diambil perusahaan.

"Dari riset kami, promo yang paling menarik konsumen adalah promo ongkir. Dengan BBM yang sekarang harganya masih tinggi, mau gak mau ongkirnya naik," tuturnya.

Soal biaya layanan yang dianggap terlalu tinggi, Bima menjelaskan bahwa perusahaan digital, termasuk e-commerce harus berinvestasi di teknologi. Ia menegaskan teknologi adalah hal dinamis yang berubah dengan cepat, bahkan dalam hitungan detik.



Ia mencontohkan fenomena viral belakangan ini di mana orang-orang berjualan melalui fitur live streaming. Bima menegaskan penjual tidak mungkin bisa melakukan hal tersebut jika platform e-commerce belum memiliki fitur dan teknologi yang memadai.

Persaingan dan kejar-kejaran antarplatform e-commerce terus berlangsung setiap saat. Tidak hanya bersaing dengan kompetitor lokal, Bima menyebut e-commerce perlu melek dengan apa yang terjadi secara global.

"Mau gak mau mereka kejar terus. Investasi itu tinggi. Sekarang mereka harus berinvestasi di teknologi, ada pekerja yang juga mereka harus gaji, ditambah digital talent Indonesia itu masih fakir," jelas Bima.

Menurutnya, masih sedikit orang Indonesia yang mahir di dunia digital. Dengan begitu, jabatan menengah ke atas di perusahaan digital kerap diisi dengan sistem hijack dari perusahaan lain. Konsekuensinya biaya yang harus ditanggung perusahaan membengkak.

Belum lagi bicara soal festival angka kembar, seperti hari ini 2 Februari alias 2.2 di mana perusahaan harus mengeluarkan insentif, diskon, promo ongkir, hingga promo-promo lainnya untuk menarik minat pembeli. Bima menegaskan hal tersebut terjadi berkat kerja sama platform dengan penjual.

Terkait fenomena 'bakar uang' dan salah perhitungan yang dianggap sebagai biang kerok e-commerce banyak merugi hingga gulung tikar, Bima tidak sepenuhnya setuju. Namun, ia tak menampik bahwa ada dana lebih yang perlu dikeluarkan untuk memperkenalkan sesuatu hal yang tergolong baru ini.

"Ketika kami menawarkan sesuatu dengan industri baru, menarik minat konsumen, mau gak mau kami 'bakar uang'. Entah itu dengan cara beriklan atau memberi insentif ke merchant. Itu sesuatu yang lumrah. Salah perhitungan? Belum tentu juga," ujarnya.

Ia menyoroti kemungkinan isu yang tiba-tiba muncul di luar prediksi perusahaan hingga tingkat kematangan pasar digital Indonesia yang dianggap belum seperti di luar negeri.

Bima mencontohkan masyarakat di luar negeri yang belanja online tidak hanya untuk mencari barang murah, melainkan produk berkualitas. Sedangkan konsumen di Indonesia masih perlu diedukasi agar tidak cuma mengejar barang murah. Ia menegaskan bahwa pendewasaan pasar digital RI juga perlu biaya yang tidak sedikit.

Meski begitu, Bima menegaskan bisnis e-commerce di Indonesia masih menjanjikan untuk masa mendatang.

Menurutnya, pengguna internet terus bertambah sehingga potensi menggaet konsumen baru masih terbuka. Hanya perlu dilakukan upaya untuk mengonversi pengguna internet tersebut menjadi konsumen e-commerce.

"Kalau bicara ke depan dengan jangkauan yang luas, kami (bisnis e-commerce) masih prospektif, prospeknya masih sangat bagus. Kalau bicara transaksi, menurut kami pasti masih akan tumbuh, tetapi tergantung dengan banyak faktor di ekonomi digital," jelas Bima.

"Potensi sekarang masih maksimal, tapi penambahan pengguna internetnya tidak signifikan. Namun, dari jumlah pengguna internet yang belanja online itu belum banyak, secara persentase juga masih rendah. Artinya potensinya masih besar, ditambah isu bonus demografi di mana mereka generasi baru melek digital," sambungnya.

iDEA juga menegaskan bahwa belanja online dan offline bakal berjalan berdampingan di masa normal baru setelah pandemi covid-19.

Namun, Bima menyebut bahwa toko-toko flagship kini sudah punya konsumen setia di e-commerce. Ditambah banyak promo yang menggiurkan ketimbang harus datang langsung ke toko offline tersebut.



(skt/dzu)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER