
Konflik Berlarut Ancam Pembangunan Infrastruktur di Papua

Teror dan penyerangan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang terus terjadi membuat kondisi di Papua kian tak kondusif. Begitu pun bentrok antarwarga atau suku di Papua juga makin memperparah keadaan.
Banyak bentrokan kerap memicu perusakan dan pembakaran, hingga menelan korban jiwa. Seperti yang terjadi di Kigamani beberapa waktu lalu, di mana warga menyerang seorang kontraktor PU hingga tewas yang diawali dari kecelakaan lalu lintas.
Polda Papua mencatat, pada 2022 ada sekitar 90 kasus kejahatan yang dilakukan KKB. Dari catatan itu, sedikitnya ada 53 korban meninggal dunia, baik warga sipil, TNI, maupun Polri.
Ganggu Pembangunan
Tindakan KKB di Papua itu disebut merugikan banyak pihak. Tak hanya warga sipil, investor maupun perusahaan pun merasa tak aman. Padahal, banyak pembangunan infrastruktur akan dapat memberi keuntungan bagi masyarakat ke depannya.
Pembangunan jalan dan telekomunikasi adalah pembangunan yang saat ini sedang masif dilakukan. Proyek Trans Papua yang merupakan pembangunan jalan juga telah memakan banyak korban akibat penyerangan dari anggota KKB.
Berdasarkan catatan kepolisian, pada 2018 silam korban penyerangan di distrik Yigi Kabupaten Nduga mencapai 31 orang. Tidak sampai di situ, kasus penyerangan kembali terjadi pada September 2022, ketika empat pekerja proyek Trans Papua di Kampung Mayerga, Distrik Maskona Utara, Papua Barat tewas oleh KKB.
Pun dengan pembangunan infrastruktur telekomunikasi Palapa Ring Timur pada 2022 turut mendapat serangan oleh KKB di Distrik Beoga saat sedang dilakukan perbaikan tower. Kejadian di Beoga, Kabupaten Puncak, Papua, beberapa waktu lalu itu menewaskan delapan orang karyawan PT Palapa Timur Telematika (PTT).
Kemudian ada juga kejadian KKB menyerang pekerja PT Puncak Tukup Naul yang tengah membangun puskesmas di Beoga Barat pada November lalu. Dari empat orang korban, satu orang meninggal dunia dan satu orang mengalami luka tembak.
Kapolda Papua Irjen Mathius D Fakhiri mengungkapkan, daerah yang sering mendapat gangguan KKB, yakni di daerah Kabupaten Yahukimo, Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Nduga, Pegunungan Bintang, Yalimo, Jayawijaya dan Kabupaten Kepulauan Yapen.
Berbagai tindak kekerasan itu jelas mengancam pembangunan infrastruktur di Papua yang tengah digencarkan pemerintah. Apalagi KKB kerap menyasar siapa saja, termasuk menyerang para pekerja swasta hingga guru sekolah.
![]() |
Seperti yang diungkapkan Head of Operation Palapa Timur Telematika (PTT), Herald Napitupulu. Menurutnya, tanpa adanya gangguan keamanan pun pembangunan infrastruktur dalam hal ini di sektor telekomunikasi sudah terkendala keadaan geografis Papua yang berupa pegunungan atau dataran tinggi, serta masih belum menyeluruhnya akses jalan yang memadai.
"Selain keamanan, kondisi alam dan akses jalan yang belum memadai juga menjadi tantangan lain dalam pembangunan di wilayah Papua, seperti kondisi geografis, cuaca, hingga beberapa wilayah yang hanya bisa dilalui dengan transportasi udara," ujarnya dalam keterangan tertulisnya.
PTT menyatakan, sejak 2021 lalu pihaknya mengalami ratusan vandalisme, mulai yang ringan, sedang, sampai kategori berat. Vandalisme ringan hingga sedang seperti pemotongan dan perusakan kabel fiber optic.
"Sedangkan vandalisme berat yang menyebabkan kerugian hingga ratusan juta sampai hilangnya nyawa para pekerja Palapa Ring Timur," jelasnya.
Perlu Peran Berbagai Pihak
Berbagai penyerangan tidak hanya memakan korban jiwa, tetapi juga perusakan akses dan fasilitas umum milik negara, tower telekomunikasi, rumah sakit, sekolah hingga bandara penerbangan juga tak luput dari perusakan dengan tujuan memberi ancaman.
Kondisi ini tentunya tidak hanya merugikan negara, tetapi masyarakat. Perusakan infrastruktur telekomunikasi misalnya, tentunya mengakibatkan layanan telekomunikasi di wilayah tersebut terhenti dan berdampak masyarakat tidak bisa menikmati akses internet untuk sementara waktu.
Recovery aset telekomunikasi yang dirusak juga membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Sama halnya dengan penyerangan yang dilakukan oleh para pekerja pembangunan jalan, hasil pembangunan yang harusnya bisa dinikmati bersama malah terhambat akibat berbagai penyerangan, belum lagi kondisi mental para pekerja yang juga perlu diperhatikan.
Dalam hal ini peran seluruh pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, aparat keamanan, serta kesadaran dari masyarakat setempat amat diperlukan untuk mencapai kondisi yang aman dan kondusif di wilayah Papua. Sehingga pembangunan di Papua bisa dilanjutkan tanpa adanya kekhawatiran terjadinya perusakan dan penyerangan hingga hilangnya nyawa seseorang.
(osc/osc)