Menteri Keuangan Sri Mulyani menyorot penutupan Silicon Valley Bank (SVB) yang menimbulkan kondisi krisis kepercayaan deposan Amerika Serikat (AS).
Imbas penutupan SVB Jumat (10/3) lalu, pemerintah AS harus turun tangan dengan menjamin seluruh deposito bank tersebut. Padahal, Sri menilai SVB tergolong bank regional kecil untuk ukuran perbankan AS jika dilihat dari asetnya.
"Ini menggambarkan bahwa even bank kecil seperti SVB dalam ukuran AS yang jumlah aset dari perbankannya bisa mencapai US$1,3 kuadriliun. Angka US$200 miliar aset SVB bisa menggoyang seluruh sektor keuangan mereka," katanya dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (14/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kasus SVB bisa menjadi pelajaran bagi Indonesia bahwa kolaps bank yang kecil di dalam posisi tertentu bisa menimbulkan persepsi sistemik.
Ia menjelaskan ada tiga penyebab bankrutnya SBV. Pertama, sektor yang dibiayai oleh SVB adalah khusus startup, sedangkan pada 2022 banyak startup tengah mengalami penurunan kinerja.
Kedua, deposito SVB naik lebih dari tiga kali lipat dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, tetapi kemudian penyaluran kreditnya tertahan karena kinerja turunnya kinerja startup secara signifikan. Ini menyebabkan kondisi neraca keuangan bank tersebut tertekan.
Ketiga, deposito yang meningkat tinggi dibelikan surat berharga negara di AS dengan jangka waktu panjang. Di sisi lain, surat berharga negara ini mengalami penurunan nilai ini karena interest rate The Fed yang naik.
Meskipun begitu, ia menilai kasus SVB tidak akan menimbulkan dampak sebesar bangkrutnya Lehman Brothers pada 2008.
"Kita berharap AS segera bisa stabilkan sektor keuangannya," tandasnya.