
ANALISIS
Keheranan Sri Mulyani dan 'PR' Anggaran Salah Sasaran Pemerintah

Anggaran belanja kementerian/lembaga (KL) yang tak tepat sasaran atau tak sesuai dengan peruntukannya kembali terungkap. Hal ini adalah masalah lama yang masih menjadi pekerjaan rumah atau 'PR' pemerintah untuk diselesaikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali mengungkit soal anggaran salah sasaran ini. Ia menyebutkan belanja yang harusnya untuk penanganan stunting, justru lebih banyak digunakan untuk kegiatan lain, seperti rapat koordinasi dan pembangunan pagar puskesmas.
Rinciannya, dari Rp77 triliun anggaran belanja untuk penanganan stunting, hanya Rp34 triliun yang digunakan. Sisanya, dihabiskan untuk kegiatan yang tak sesuai.
"Item yang betul-betul untuk bayi stunting, yaitu memberikan makanan dari bayi khas daerah hanya Rp34 triliun. Bayangkan, yang betul-betul sampai ke mulutnya bayi atau ibu yang hamil untuk bisa mencegah stunting itu hanya porsi yang sangat kecil," ujarnya di Aula Gedung Dhanapala, Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/3).
Hal serupa disampaikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa. Ia menyebutkan anggaran yang diajukan untuk revolusi mental, di dalam nya ada untuk pembelian motor trail.
Menurutnya, anggaran untuk revolusi mental masuk dalam prioritas nasional. Namun, ketika ditelaah, ada anggaran untuk pengadaan motor trail. Ia menyindir mungkin motor tersebut digunakan K/L terkait untuk melakukan sosialisasi.
"Ketika saya pertama kali masuk Bappenas dan saya coba uji Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (Krisna), saya coba zoom itu, bentuk bunyi besarnya adalah stunting. Kemudian saya suruh zoom, zoom, zoom sampai yang namanya lokasi, isinya adalah memperbaiki pagar Puskesmas," jelas Suharso.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan permasalahan anggaran tak tepat sasaran terjadi di banyak instansi pemerintah. Hal ini tercermin dari beberapa data yang selama ini dilaporkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kalau mengenai ketidaktepatan dari anggaran dan peruntukan dari anggaran tersebut, saya kira memang betul bahwa ini bukanlah masalah baru. Sebelumnya beberapa temuan dari BPK juga kerap kali mengkonfirmasi ketidaksesuaian peruntukan anggaran yang disepakati sebelumnya," ujar Rendy kepada CNNIndonesia.com.
Menurutnya, masalah ini berulang terjadi karena pengawasan yang belum optimal. Namun, menurut Yusuf, pengawasan sudah mulai membaik sejak beberapa tahun lalu.
Karenanya, pemerintah tak boleh lengah dan harus terus memperkuat pengawasan penggunaan anggaran. Sebab, sampai saat ini pasti masih ada instansi yang 'bandel' menggunakan anggaran di luar yang kegiatan yang diajukan.
"Saya kira untuk mengantisipasi hal ini, penguatan dari sistem perencanaan pengawasan, hingga implementasi dari anggaran perlu diperkuat kembali," imbuhnya.
Misalnya, jika pemerintah menemukan ada instansi yang menggunakan anggaran tak sesuai peruntukannya di tahun ini, maka perlu untuk betul-betul mengevaluasi dan mempertanyakan kenapa hal tersebut bisa terjadi.
Apakah ada karena ketidaksengajaan atau memang hanya sistem yang gagal dalam pelaksanaan anggaran tersebut.
Lalu, untuk anggaran tahun berikutnya pemerintah perlu lebih detail melihat program yang disampaikan dan pengawasan yang diperketat.
"Di dalam tahapan pengawasan, proses monitoring dan evaluasi itu menjadi penting untuk di review dalam waktu yang tidak begitu lama. Artinya, dalam satu tahun anggaran berjalan, tentu satuan kerja perlu melakukan proses monitoring untuk melihat kembali apakah kemudian hasil yang ingin dicapai dari sebuah anggaran itu sudah sesuai atau tidak," jelasnya.
Selain memperkuat pengawasan, solusi untuk membuat anggaran tepat sasaran adalah pemerintah harus rajin monitoring tindak lanjut dari hasil temuan mengenai belanja tersebut.
"Hal inilah yang kemudian saya pikir perlu dipertegas kembali, perlu diperkuat kembali agar masalah ketidaktepatan program anggaran dalam kementerian dan lembaga itu bisa diminimalisir," kata Rendy.
Bersambung ke halaman berikutnya...