Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengirim 300 surat kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) soal temuan transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan dari 300 surat tersebut, ada satu surat dengan nilai transaksi paling jumbo sebesar Rp189 triliun. Di sisi lain ada 99 surat yang ditujukan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dengan nilai transaksi Rp74 triliun.
Berikut fakta-fakta laporan PPATK dalam 300 surat yang diserahkan ke Kemenkeu:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan dari 300 surat tersebut, terdapat 65 surat yang berisi transaksi keuangan dari perusahaan, badan atau perseorangan yang tidak ada kaitannya dengan pegawai Kemenkeu.
Ia merinci jumlah transaksi dalam 65 surat tersebut berjumlah Rp253 triliun.
"Jadi transaksi ekonomi yang dilakukan badan atau perusahaan dan orang lain. Namun, karena menyangkut tugas dan fungsi Kemenkeu termasuk, ekspor dan impor, maka dia dikirim oleh PPATK kepada kami," kata Sri dalam konferensi persnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (20/3).
Dari total 300 surat tersebut, ada satu surat dengan nilai transaksi paling jumbo sebesar Rp189 triliun.
"Satu surat yang sangat menonjol dari PPATK ini adalah surat nomor 205/TR.01.2020 dikirimkan pada bulan Mei 19 Mei 2020, pas kita tengah-tengah covid. Satu surat dari PPATK itu saja menyebutkan transaksi sebesar Rp189 triliun. Bayangkan, tadi totalnya Rp340 triliun, dan ini satu surat saja Rp189 triliun," ujar Sri Mulyani di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (20/3).
Sebab itu, Sri Mulyani meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menyelidiki temuan tersebut.
Hasilnya, ada individu dan perusahaan dan nama orang yang tersangkut transaksi Rp189 triliun tersebut. Ini adalah transaksi pada rentang waktu 2017 hingga 2019, sebelum pandemi.
Individu maupun perusahaan tersebut beraktivitas di bidang ekspor-impor, perhiasan hingga bisnis penukaran uang (money changers).
"Bea Cukai yang menerima surat langsung dari PPATK by hand, melakukan penelitian terhadap nama-nama 15 entitas tersebut. Mereka adalah yang melakukan ekspor, impor, emas batangan dan emas perhiasan. Dan juga kegiatan money changers dan kegiatan lainnya," katanya.
Sementara itu, dari 300 surat tersebut, 99 di antaranya ditujukan kepada aparat penegak hukum (APH), yang nilai transaksinya mencapai Rp74 triliun.
"99 surat adalah surat kepada aparat penegak hukum. Nilai transaksinya Rp74 triliun," ujarnya di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (20/3).
Namun, ia tak mengungkap transaksi triliun yang dilaporkan kepada penegak hukum itu lebih rinci.
Sebelum Sri Mulyani, Menko Polhukam Mahfud MD lebih dulu membuka adanya transaksi mencurigakan pencucian uang temuan PPATK yang mencapai Rp349 triliun.
Ia menjelaskan transaksi janggal tersebut adalah dugaan pencucian uang yang melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak luar. Ia menegaskan transaksi tersebut bukan korupsi.
"Ini bukan laporan korupsi tapi TPPU yang menyangkut pergerakan transaksi mencurigakan. Saya waktu itu sebut Rp300 triliun, setelah diteliti lagi transaksi mencurigakan lebih dari itu, yaitu Rp349 triliun, mencurigakan," kata Mahfud.
Mahfud meminta semua pihak tak berasumsi Kemenkeu melakukan korupsi hingga Rp300 triliun. Menurutnya, yang terjadi adalah dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Bentuk-bentuk dugaan pencucian uang ini seperti kepemilikan saham di sebuah perusahaan, membentuk perusahaan cangkang, menggunakan rekening atas nama orang lain, sampai kepemilikan aset atas nama orang lain.