Sri Mulyani soal Deteksi Dini Kemenkeu Lemah: Sepertiga Pengawas D1
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengakui sistem deteksi dini pegawai di kementeriannya masih lemah. Pasalnya, sepertiga pegawai pengawas Kemenkeu hanya lulusan D1.
Ani, sapaan akrabnya, menjelaskan tiga kelemahan dalam sistem pertahanan Kemenkeu. Pertama, tidak adanya kesamaan sikap dan pemahaman dari kepala kantor terhadap para karyawannya.
Oleh karena itu, Ani mengatakan perlu ada perbaikan dari sisi kepemimpinan para kepala kantor pada lebih dari 900 lokasi di seluruh RI. Salah satu hal penting yang perlu ditanamkan adalah prinsip know your employee.
Kedua, ia menyinggung perlu ada Standar Operasional Prosedur (SOP) antara Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu dengan unit vertikal terkait dalam menjalankan prinsip know your employee.
Ketiga, Ani menyoroti soal pengawasan di tingkat unit kepatuhan internal (UKI). Ia mengakui bahwa banyak pegawai di tingkat UKI yang hanya lulusan diploma satu (D1).
"Untuk kapasitas memang diakui dalam hal ini UKI itu 1.012 pendidikannya hanya D1 dari total 3.715, untuk mengawasi 78 ribu jajaran Kemenkeu. Berarti sepertiga adalah lulusan D1 dengan masa kerja kurang dari 2 tahun," ungkapnya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (27/3).
Bahkan, Bendahara Negara itu mengatakan pelatihan yang diterima para pengawas di tingkat UKI baru dirasakan oleh 41,8 persen. Bahkan, ia merinci ada 42 jabatan formasi UKI yang masih kosong.
Soal deteksi dini Kemenkeu yang lemah juga menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie OFP. Ia menyoroti kasus eks pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo (RAT).
Dolfie menyanggah penjelasan Irjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh yang mengatakan pihaknya belum menemukan bukti pelanggaran RAT, padahal eks pejabat pajak itu sudah diintai sejak 2020.
"Dari penjelasan itu kita sudah tahu sistem yang dibangun tidak dapat mendeteksi, diakui bahkan sejak 2020 alarm merah tidak ditemukan bukti. Apapun alasanya sistem yang sudah dibangun tidak dapat mendeteksi," tegas Dolfie.