Mahfud Singgung Heru Pambudi-Eks Irjen Kemenkeu di Kasus TPPU Rp189 T

CNN Indonesia
Kamis, 30 Mar 2023 15:33 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD menyeret nama Sekjen Kemenkeu Heru Pambudi hingga eks Irjen Kemenkeu Sumiyati di kasus dugaan TPPU Rp189 triliun. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyinggung nama Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi hingga eks Inspektur Jenderal Kemenkeu Sumiyati dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp189 triliun.

Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi III DPR, Mahfud mengatakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengirim laporan dugaan TPPU itu ke Kemenkeu pada 2017. Namun, data tersebut tidak dikirim dalam bentuk surat karena sensitif.

Ia mengatakan laporan tersebut disampaikan langsung oleh eks Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin, didampingi eks Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae. Laporan itu tertanggal 13 November 2017.

Mahfud menyebut laporan PPATK itu diterima oleh Heru Pambudi, yang kala itu menjabat Direktur Jenderal Bea Cukai, lalu eks Irjen Kemenkeu Sumiyati, serta dua perwakilan lain dari Kemenkeu.

"Ini yang nyerahkan Ketuanya (PPATK) Pak Badaruddin, Pak Dian Ediana. Kemudian (yang menerima) Heru Pambudi dari Dirjen Bea Cukai, lalu Sumiyati Irjennya. Ini ada tanda tangan semua nih," tegas Mahfud di DPR, Jakarta Pusat, Rabu (29/3) kemarin.

Namun, menurutnya tidak ada tindak lanjut dari Kemenkeu atas laporan tersebut, sampai pada akhirnya PPATK mengirimkan surat baru pada 2020.

Meski sudah dikirimkan surat baru, ia mengatakan pihak Kemenkeu yang hadir di kantornya pada 10 Maret 2023 berdalih tidak tahu-menahu. Padahal, dalam pertemuan itu hadir Heru Pambudi, yang kini berstatus sekjen.

Heru bersama Irjen Kemenkeu yang baru, Awan Nurmawan Nuh, mendampingi Wamenkeu Suahasil Nazara untuk menghadap Mahfud. Agendanya, membahas transaksi janggal Rp349 triliun di internal kementerian yang dimpimpin Sri Mulyani tersebut.

"Ketika surat baru ini, tanya kita ketemu sama Kemenkeu, di situ waktu itu ada Wamenkeu, Irjen, dan ini (Heru), itu bilang surat ini tidak ada," ungkap Mahfud.

Lalu, ia pun menunjukkan surat PPATK tersebut kepada perwakilan Kemenkeu. Namun, Mahfud menegaskan data yang diterima dan dijelaskan Sri Mulyani ke publik salah.

"Padahal kami tulis Rp35 triliun, (tapi) diambil, dipisah rangkaiannya. Oh yang ini (Rp3,3 triliun) pegawai Kemenkeu saja, padahal ini satu rangkaian main pencucian uang ini, satu rangkaian. Dipisah karena ini orang luar (Kemenkeu) katanya," imbuh Mahfud.

Sri Mulyani memang sempat menjelaskan di Komisi XI DPR RI bahwa dari transaksi janggal Rp349 triliun tersebut, hanya Rp3,3 triliun yang secara langsung melibatkan pegawai Kemenkeu.

"Yang benar-benar berhubungan dengan pegawai Kemenkeu itu Rp3,3 triliun, itu dari 2009 sampai 2023," tutur Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (27/3) lalu.

Padahal, Mahfud menegaskan data agregat dugaan TPPU di Kemenkeu sejak 2009-2023 terbagi menjadi tiga kelompok laporan hasil analisis (LHA). LHA tersebut dilaporkan dalam surat PPATK.

Pertama, kelompok LHA terkait transaksi keuangan mencurigakan pegawai Kemenkeu sebesar Rp35 triliun. Ada 153 LHA yang disampaikan ke Kemenkeu dengan 461 pejabat kementerian tersebut terlibat.

Kedua, kelompok LHA terkait transaksi keuangan mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain sebesar Rp53 triliun. Rinciannya, ada 15 LHA ke Kemenkeu dengan dugaan 30 PNS bawahan Sri Mulyani terlibat.

Ketiga, LHA dalam kelompok transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal (TPA) dan TPPU, yang belum diperoleh data keterlibatan pegawai Kemenkeu. Mahfud menyebut angkanya sebesar Rp260 triliun, dengan 32 LHA yang disampaikan ke Kemenkeu.

Sementara itu, angka Rp189 triliun yang disebut Mahfud merupakan dugaan pencucian uang cukai dengan 15 entitas terkait impor emas batangan. Surat cukai itu diduga dimanipulasi dengan keterangan 'emas mentah', padahal sudah terbentuk emas batangan.

(skt/pta)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK