ANALISIS

Mencari Biang Kerok Kebakaran Berulang Kilang Pertamina

CNN Indonesia
Selasa, 04 Apr 2023 07:17 WIB
Pengamat mengimbau perlu ada audit investigasi mendetail untuk menemukan akar masalah dari kejadian kebakaran yang berulang selama beberapa tahun terakhir.
Pengamat mengimbau perlu ada audit investigasi mendetail untuk menemukan akar masalah dari kejadian kebakaran yang berulang selama beberapa tahun terakhir. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara).

Fasilitas Kilang Sudah Berumur

Putra menyebut harus dipahami bahwa banyak fasilitas Pertamina sudah cukup berusia. Jika dilihat, kilang di Dumai sendiri pembangunannya sudah dimulai sejak 1969.

Unit yang pertama selesai dibangun, adalah crude distillation unit (CDU), yang rampung pada Juni 1971. Kemudian, pada 21 Februari 1973, naphta rerun unit (NRU) dan hydrocarbon platformer mulai dioperasikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian, kilang di Balikpapan pertama kali beroperasi pada 1922 dan telah mengalami beberapa kali perbaikan guna meningkatkan kapasitas produksinya.

Sementara, kilang I di Cilacap dibangun pada 1974 dan beroperasi sejak diresmikan Presiden RI 24 Agustus 1976. Sedangkan Kilang Minyak II ini dibangun 1981 dan diresmikan pada 1983.

Terlepas dari hal itu, Putra melihat yang penting menjadi perhatian adalah Pertamina harus mampu menyampaikan kepada publik hasil audit eksternal yang menyeluruh di seluruh fasilitas mereka, hulu sampai ke hilir.

"Menurut hemat saya audit internal tidak memadai mengingat kejadian berulang," imbuhnya.

Putra pun tak menampik kebakaran pada kilang Pertamina yang berulang ada kemungkinan merupakan sabotase guna menyudutkan para petinggi perusahaan, seperti direktur utama hingga komisaris.

Namun, hal itu perlu dibuktikan melalui investigasi, tidak boleh hanya spekulasi.

"Kemungkinan sabotase harus bisa dibuktikan melalui investigasi dan tidak bisa sebatas spekulasi. Utamanya mengingat bahwa kejadian berulang terjadi di dalam fasilitas dengan parameter keamanan yang jelas," ucap Putra.

Agar ledakan di kilang tak lagi terjadi, ia pun menekankan audit eksternal dari pihak yang kompeten harus dibuka ke publik. Lalu, Pertamina juga perlu memprioritaskan fasilitas mana yang memiliki resiko paling tinggi dan memperbaiki standar sesuai dengan hasil audit tersebut.

Kemudian, Pertamina juga harus membandingkan standar keselamatan mereka dengan fasilitas-fasilitas di negara lain. Menurut Putra, Singapura dan Malaysia bisa jadi percontohan terdekat.

Memang, kejadian kebakaran terkadang terjadi di negara lain, termasuk Malaysia, tetapi Putra menilai perulangan kejadian di Pertamina tidak bisa ditoleransi. Apalagi, perusahaan pelat merah itu punya klaim ingin menjadi world class company.

"Yang saya agak khawatir adalah bahwa sebagian fasilitas Pertamina sudah tidak layak pakai namun dipaksakan, karenanya dibutuhkan audit eksternal yang kredibel," sambung Putra.

Perlu Investigasi Detail

Setali tiga uang, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menuturkan semua kecelakaan di kilang Pertamina seharusnya diinvestigasi secara detail dan mendalam sehingga diketahui penyebabnya dan dicari akar masalahnya.

Ia juga menilai publik tidak bisa menutup mata terkait adanya faktor sabotase. Namun, hal itu harus dibuktikan dengan bukti-bukti yang cukup.

"Jadi saran saya lakukan investigasi menyeluruh dan libatkan ahli, termasuk aparat kepolisian dan intelijen untuk temukan penyebab atau pemicu ledakan serta akar masalahnya," tutur Fabby.

Ia pun mengingatkan bahwa Pertamina seharusnya memiliki sistem pemeliharaan yang regular dan predictive maintenance. Selain itu Pertamina juga perlu memiliki protokol keamanan yang tinggi untuk fasilitas kilang yang mudah meledak dan terbakar.

Pasalnya, publik tidak tahu apakah ada kesengajaan atau kelalaian dalam setiap kecelakaan di kilang.

"Untuk tidak terulang, lakukan investigasi menyeluruh. Kalau tidak ketahuan akar masalah (root cause), penyelesaiannya tidak menyentuh akar persoalan dan masalah serupa bakal terjadi lagi," kata Fabby.



(mrh/sfr)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER