Kilang minyak PT Pertamina (Persero) di Kota Dumai, Riau, terbakar pada Sabtu (1/4) malam. Peristiwa ini menambah panjang deretan insiden kebakaran kilang minyak perseroan beberapa waktu terakhir.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan ada empat faktor penyebab kebakaran di kilang perusahaan.
Ia menjelaskan empat hal tersebut dipelajari dari insiden kebakaran di Kilang Balongan pada 29 Maret 2021. Menurutnya, auditor internasional sudah menyelesaikan pemetaan masalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Atas hasil (audit), kami sudah lakukan beberapayang prioritas untukdijalankan. Secara garis besar, risiko akan terjadi di aset kita itu ada 4 penyebab kemungkinan," ungkapnyasaat rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Selasa (4/4).
Pertama, Nicke menyebut karena faktor lightening atau petir. Oleh karena itu, Pertamina melengkapi kilang-kilangnya dengan lightening protection systems sebanyak dua lapis.
Kedua, penyebabnya adalah overflow (meluber), itu salah satu penyebab kebakaran," ungkapnya.
Sedangkan faktor pemicu ketiga adalah kebocoran hidrogen. Pemetaan ini diambil dari kasus kebakaran kilang Balikpapan pada 4 Maret 2022.
"Kita ambil dari case Balikpapan, yaitu high temperature hidrogen attack, ini juga masuk di program kita. Dengan sudah dijalankannya high temperature hidrogen attack ini, kebocoran hidrogen di Dumai, case kemarin itu bisa kita padamkan dalam waktu 9 menit. Ini salah satu bukti bahwa program kita jalankan bisa meminimalkan risiko," ujar Nicke.
Faktor keempat adalah sulfidasi atau endapan sulfur. Ini diatasi dengan merevitalisasi kilang-kilang minyak agar bisa memproses sulfur tinggi.
"Kita sama-sama tahu kilang-kilang kita dengan teknologi lama hanya bisa proses yang sulfurnya rendah. Jadi, program-program yang dilakukan RDMP agar kilang-kilang ini bisa memproses yangg sulfurnya tinggi," ia menjelaskan.
Menurutnya, Pertamina terus belajar dari pengalaman dan telah melakukan perbaikan terkait 4 faktor tersebut.
"Itu effort yang kita lakukan. Kita sudah spending sekitar US$600 juta untuk bangun ketahanan dua lapis itu, kita akan terus belajar dari case-case itu," imbuhnya.
Kebakaran di fasilitas Pertamina baik di kilang terjadi sejak 2009. Namun, dalam dua tahun terakhir ini, insiden tersebut terjadi dalam waktu berdekatan.
1. Kilang Balongan, 29 Maret 2021
Terjadi kebocoran gas yang mengakibatkan tiga tangk di kilang Minyak Pertamina RU VI Balongan, Indramayu terbakar. Akibatnya, satu orang meninggal dunia, lima orang luka berat, dan 14 orang lainnya luka ringan.
2. Kilang Cilacap, 11 Juni 2021
Api yang menyerang tangki berisi benzena selama kurang lebih 40 jam.
3. Kilang Cilacap, 16 November 2021
Kilang Minyak Unit IV Pertamina di Cilacap juga mengalami kebakaran pada 16 November 2021. Imbasnya, sebuah tangki berisi 31 ribu kiloliter Pertalite lenyap. Peristiwa kebakaran terjadi saat hujan disertai petir sehingga PLN pun memadamkan listrik.
4. Kilang Balikpapan, 4 Maret 2022
Plant 3 Bravo HCC RU V Balikpapan terbakar. Pemadaman api saat itu dilakukan dengan sistem penyiraman statis yang dibantu 4 truk damkar.
5. Kilang Balikpapan, 15 Mei 2022
Lagi-lagi kilang Balikpapan terbakar. Kali ini menewaskan seorang pekerja kontraktor, dan dua lainnya terpapar suhu panas.
(ldy/pta)