OJK Masih Godok Aturan Penyelenggaraan Bursa Karbon
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih menyusun Peraturan OJK (POJK) tentang penyelenggaraan bursa karbon, yang akan dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (5/4) besok.
Bursa karbon adalah sistem yang mengatur perdagangan dan mencatat kepemilikan unit karbon berdasarkan mekanisme pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon.
"Dan untuk peraturan bursa karbon, OJK saat ini sedang menyusun peraturan penyelenggaraan bursa karbon, POJK, kebetulan bertepatan pada esok hari akan ada pendalaman dengan bapak, ibu Komisi XI," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (4/4).
Bursa karbon sendiri masuk dalam pengawasan OJK. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Pembentukan aturan mengenai bursa karbon sebelumnya juga sudah disinggung oleh Deputi Komisioner I OJK Djustini Septiana. Ia mengatakan hal itu juga dilakukan sebagai implementasi UU PPSK.
"Sebagai bentuk dukungan OJK terhadap penerbitan UU PPSK, ke depan kami akan segera mengeluarkan beberapa peraturan OJK (POJK) maupun surat edaran OJK (SEOJK) sebagai tindak lanjut dari UU PPSK tersebut," ujarnya beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bursa karbon akan mencakup perdagangan karbon, termasuk pajak karbon dan akan diterapkan mulai 2025 mendatang.
"Indonesia terus berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca, net zero emission pada 2060 atau lebih cepat. Salah satu yang akan diterapkan di awal adalah perdagangan karbon maupun pajak karbon yang ditargetkan berfungsi pada 2025," ungkapnya.
Ia menjelaskan perdagangan karbon merupakan mekanisme jual-beli karbon dan sertifikat emisi sebagai surat berharga yang dapat diperdagangkan di bursa karbon.
Sementara itu, pajak karbon menjadi disinsentif penggunaan energi kotor atau tidak terbarukan. Penggunaan dana dari pajak karbon untuk mendorong pengembangan dan pemanfaatan energi bersih atau terbarukan.
Selain perdagangan dan pajak karbon, kebijakan lainnya yang diterapkan pemerintah untuk mendukung transisi menuju ekonomi hijau yaitu akuisisi energi bersih, aturan mengenai PLTU pensiun dini, dan konversi sumber energi kotor.
Akuisisi energi bersih dilakukan dengan memberikan insentif yang akan melakukan R&D dan berinvestasi pada energi bersih atau terbarukan. Lalu, peraturan mengenai pensiun dini batu bara akan mengatur pemberian santunan bagi PLTU yang akan dipensiunkan dini.
Lalu, konversi sumber energi kotor dilakukan dengan memberikan insentif untuk mengubah sumber energi kotor menjadi sumber energi bersih.
(mrh/pta)