Anggota Komisi VI DPR RI dari fraksi Gerindra Andre Rosiade mengatakan wacana impor KRL bekas dari Jepang boleh saja dilakukan asalkan kondisinya mendesak.
Hal itu ia sampaikan untuk merespons Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo yang memastikan bakal tetap mengimpor 10-12 trainset untuk 2023, meski tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Menurut Andre, impor itu sah-sah saja dengan kondisi yang mendesak. Apalagi, ia sendiri sudah merasakan langsung kepadatan penumpang saat mencoba menggunakan KRL beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemungkinan impor dengan kondisi terdesak. Menurut saya itu win-win solution ya, bagaimana kita bisa meningkatkan pelayanan masyarakat tapi juga memastikan industri dalam negeri terjamin," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/4).
Meski begitu, ia menegaskan untuk pengadaan 2024 pihaknya mendukung untuk retrofit atau perbaikan rangkaian yang sudah ada. Sementara, untuk kebutuhan 2025 menurutnya sudah aman karena pemerintah akan membeli KRL dari PT Industri Kereta Api (INKA).
Lebih lanjut, Andre menjelaskan pihaknya juga mendapat desakan dari masyarakat untuk mencari solusi dari polemik impor KRL tersebut. Ia pun sempat mencoba langsung naik KRL dari Stasiun Rawa Buntu menuju Palmerah. Meski itu bukan jalur padat, Andre menilai kepadatan tetap terjadi.
Lihat Juga : |
Keputusan untuk tetap impor KRL bekas Jepang memang disampaikan oleh Kartika Wirjoatmodjo dalam rapat di Komisi VI DPR hari ini.
Tiko, sapaan akrabnya, mengakui memang ada penumpukan penumpang KRL di jam-jam sibuk, seperti pukul 6 hingga 8 pagi dan 17 hingga 18 sore. Oleh karena itu, impor KRL tetap diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut di tahun ini.
"Mungkin 10-12 trainset. Kita lagi diskusi, nanti Senin mau ketemu ketua BPKP dan nanti ada Menko Marves, Menperin, Mendag, kita izin ada impor darurat saja. Sementara sekitar 10-12 train set untuk memenuhi 2023," katanya.
Tiko mengatakan sudah melakukan diskusi dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dan INKA membahas hasil audit BPKP. Hasilnya, pemenuhan gerbong KRL dilakukan dengan berbagai macam sumber dari 2023-2025.
"Yang 2025 insyaallah INKA sudah bisa produksi, kita lagi upayakan ada partner dan kita sudah mulai ajukan untuk penyertaan modal negara (PMN) investasi di peralatan untuk 2024 nanti sehingga 2025 bisa benar-benar produksi," jelasnya.
"Kita punya beberapa kereta lama yang bisa di-retrofit juga, itu lagi kita hitung berapa dan kebutuhannya seperti apa. Itu prosesnya sekitar 12 bulan bisa buat 2024," lanjut Tiko.
Ia menegaskan sumber impor KRL untuk 2023 akan tetap sama dan dilakukan pendanaan melalui PT KCI. Namun, izin impor tersebut tidak bersifat permanen karena kebutuhan 2024 dan 2025 akan dipenuhi dari retrofit serta pabrikan INKA.
Ia menegaskan akan membuat rencana kerja yang detail terkait rincian berapa kereta yang akan diretrofit pada 2024 serta berapa yang diproduksi INKA untuk 2025. Namun, impor KRL bekas Jepang akan tetap dilakukan untuk 2023 ini demi mengisi gap yang ada dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
"Sumbernya sama, spek sudah jelas kok. Ini masalah izin saja. Memang saat ini posisi izin untuk itu, izin impor permanen gak dikasih, dianggap tidak sesuai dengan semangat pemerintah untuk tingkat komponen dalam negeri (TKDN). Tetap dengan pendanaan KCI, tetap," jelas Tiko.
"Nggak, nggak keburu (keputusan impor KRL sebelum lebaran) karena sudah mau liburan. Mungkin setelah lebaran. Awal Mei lah," tandasnya.
(mrh/pta)