Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bakal menggugat pemerintah ke jalur hukum bila utang Rp344 miliar terkait pengadaan minyak goreng tak kunjung dibayar dalam 3 bulan ke depan.
Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey menegaskan ultimatum tersebut merupakan langkah terakhir yang disiapkan peritel. Meski begitu, Roy menghindari upaya hukum ini.
"Opsi ketiga, kita bisa juga coba memikirkan jalur hukum. Tapi itu langkah yang terakhir sekali," katanya di Kemendag, Kamis (4/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ancaman tersebut masih dihindari karena bisa membebani peritel. Alih-alih fokus berjualan, Roy khawatir peritel yang tergabung dalam Aprindo malah sibuk memikirkan soal hukum.
Sebelum menempuh jalur hukum, Aprindo bakal melakukan dua opsi sembari melihat perkembangan penyelesaian utang. Pertama, mengurangi hingga menghentikan pembelian minyak goreng dari produsen.
Kedua, memotong tagihan ke produsen. Dengan begitu, Aprindo bakal mengurangi pembayaran minyak goreng yang telah dipasok produsen ke peritel.
"Bagi kami sebenarnya disuruh PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), disuruh gugat, dan sebagainya bukan itu langkah yang bagusnya. Kita kan waktu penugasan (program minyak goreng satu harga) kan tidak pakai hukum, masak mengakhirinya dengan hukum," tutur Roy.
Di lain sisi, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berdalih pihaknya tidak punya alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk membayar utang Rp344 miliar tersebut kepada Aprindo. Ia mengatakan utang itu seharusnya dibayar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Menurutnya, BPDPKS mau membayar utang tersebut, tetapi masih menunggu payung hukum yang pasti. Pasalnya, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 yang mengatur rafaksi minyak goreng tersebut telah dihapus.
"Coba cek di APBN, (anggaran) bayar utang itu enggak ada. Yang membayar BPDPKS. Kalau Kemendag enggak ada anggaran untuk bayar utang" ujar Zulhas di kantornya.
Oleh karena itu, Kemendag sedang meminta pendapat Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait sengketa ini. Namun, hingga saat ini Kejagung disebut belum memberikan pendapat hukum.