Masayoshi Son bukan nama asing di bisnis startup Tanah Air. Taipan asal Jepang ini menyalurkan pendanaan ke banyak perusahaan rintisan dalam negeri.
Son dikenal sebagai investor kelas kakap. Melalui SoftBank, ia banyak mendanai hingga mengakuisisi perusahaan teknologi. Kejelian Son dalam memilih perusahaan untuk dikucur modal membuatnya meraup keuntungan jauh lebih besar.
Tak ayal, ia menjadi orang terkaya ke-69 di dunia pada 2023 versi Forbes. Di level Jepang, Son menduduki rangking ketiga dengan nilai kekayaan bersih yang ditaksir mencapai US$20,9 miliar atau setara Rp313 triliun (asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Gelimangan harta yang ia peroleh bukan berasal dari warisan, tetapi kerja kerasnya membangun bisnis.
Son lahir di Tosu, Jepang, pada 11 Agustus 1957. Meski lahir dan berkewarganegaraan Jepang, Son merupakan keturunan Korea Selatan. Keluarganya berimigrasi ke Korea dan bekerja sebagai penambang batu bara.
Son sendiri merupakan nama keluarga Korea. Ya, ia lebih memilih menggunakan identitas Koreanya ketimbang memakai nama keluarga Jepang yang dipakai ayah dan kakeknya, Yasumoto.
Opsi itu ternyata membuat Son kerap jadi korban perundungan di sekolah. Gara-gara nama Koreanya, Son kecil menjadi korban bully hingga diskriminasi dari kawan-kawannya. Kala itu, hubungan Korea-Jepang memang tak akur. Apalagi, ia tidak lahir dalam keluarga kaya. Ayahnya mencari nafkah sebagai penjual ikan dan mengurus peternakan babi.
Lihat Juga : |
Namun pengalaman pahit masa kecilnya menguatkan tekad Son: suatu hari, ia akan sukses.
Saat berusia 16 tahun, Son nekat menemui Den Fujita, taipan yang membawa McDonald's ke Jepang. Son ramaja begitu terinspirasi saat membaca buku karya Fujita.
Setelah ditolak beberapa kali, ia akhirnya bertemu Fujita meski hanya diberi waktu 15 menit. Dalam kesempatan langka nan singkat itu, Son bertanya kita sukses agar bisa seperti sang taipan. Kuncinya bahasa Inggris dan belajar mengenai informatika, begitu jawab Fujita.
Son pun hijrah ke AS. Ia melanjutkan kuliah di University of California, Berkeley, pada 1976 dan mengambil jurusan ekonomi dan ilmu komputer.
Setiap hari, isi kepalanya sibuk merancang rencana bisnis yang prospektif dan bakal ngetren di masa depan. Ia pun menjajal bisnis distributor perangkat lunak, meski kala itu software belum populer.
Lihat Juga : |
Son lalu membuat aplikasi penerjemah 8 bahasa. Kamus elektronik iti dibuat seukuran kalkulator. Karya tersebut dibeli Sharp Corporation seharga US$1 juta.
Setelah lulus, Son pulang kampung ke Jepang dan mendirikan perusahaannya sendiri, Nihon Softbank, pada 1981. Masih sebagai distributor software, bisnisnya fokus pada telekomunikasi dan internet. Di awal merintis, hanya ada dua pekerja lepas di kantor kecilnya. Lama-lama, Nihon Softbank berubah menjadi Softbank.
Berkat kegigihan Son, Softbank terus berekspansi dari sekedar distributor perangkat lunak. Softbank berinvestasi di beberapa perusahaan teknologi. Yang paling masyur kala itu investasi Softbank di Yahoo, lalu membangun Yahoo Jepang.
Kini, sudah banyak perusahaan rintisan yang telah mencicipi gelontoran modal Softbank. Sebut saja Grab, Coupang (raksasa e-commerce Korea) dan Paytm (India), Grab hingga Tokopedia.
Ada lebih dari 100 perusahan yang mendapat pendanaan dari Softbank. Modal itu kucur melalui Vision Funds. Investor yang menanam modal di perusahaan Son antara lain Apple, Qualcomm, Foxconn, Larry Ellison, dan Dana Kedaulatan Arab Saudi.
Namun, bisnis tak selalu mulus. Kinerja Softbank pernah sangat terpukul pada 2021. Kala itu, perusahaan ride-hailing Didi Chuxing, mendapat tekanan luar biasa dari pemerintah China. Softbank mencatat kerugian hingga $27 miliar.
Lanjut ke halaman sebelah...